Mohon tunggu...
Diana NovitaPermataSari
Diana NovitaPermataSari Mohon Tunggu... Guru - Guru/Pendidik

Menjadi pendidik di salah satu sekolah menengah kejuruan Negeri. Hobi utama membaca, sekarang sedang giat berlatih menulis, dan sangat suka jalan-jalan, kadang kulineran, dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di-bully menjadi Pem-bully

31 Juli 2023   11:46 Diperbarui: 31 Juli 2023   11:49 1129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika saya mendengar kata-kata, "seseorang yang di-bully, bisa berubah menjadi pem-bully", saya tidak percaya. Masa sih, seperti itu?

Namun setelah saya merasakan sendiri, saya ini seperti sedang di-bully, saya mulai percaya dan membenarkan kalimat tersebut.

Saya menyadari alurnya, kenapa orang yang di-bully bisa berubah menjadi pem-bully

1. Merasa teraniaya berkepanjangan, tapi jarang bahkan tidak ada yang membela. 

Bahkan terkadang, orang terdekat kita, ibu kita, kakak kita, ayah, atau teman dekat kita yang kita ceritai bahwa kita di-bully, alih-alih mereka mempercayai, memeriksa, dan membela kita, mereka malah membela pihak pem-bully. Ada-ada saja yang mereka katakan, antara lain: a) kita ini jadi orang harus sabar.; b) Mungkin hanya beda perspektif atau beda sudut pandang saja. Kamu merasa di-bully, padahal, dia sebenarnya tidak mem-bully.; c) Cobalah jadi orang baik seperti Rasulullah, artinya dilukai ya diam saja, diterima, bahkan kalau bisa dibalas dengan kebaikan.; d) Saat ini yang kita butuhkan adalah kecerdasan emosional dan spiritual, bukan hanya kecerdasan intelektual, jadi berusahalah untuk jadi orang tersebut. Percuma kecerdasan intelektualnya tinggi kalau emosional dan spiritualnya rendah.

2. Sementara, pihak pem-bully justru: a) tidak disalahkan.; b) Dimaklumi banyak orang, dengan alasan, dia melakukan itu mungkin punya alasan tertentu yang dia harus melakukannya.; c) Tidak dihukum, dan lain-lain

Nah, di situlah saya, dalam hati saya, dalam pikiran saya, terus-menerus mengulang kata-kata seperti: 

"dia saja jahat tidak apa-apa kok," atau 

"dia saja jahat dan curang justru disukai atau justru dibela oleh banyak orang kok, justru sukses kok, justru karirnya naik terus kok," atau

"dia saja jadi pem-bully tidak diadili, tidak diperiksa, dan tidak dihukum kok, kalau begitu, kenapa aku tidak seperti dia saja?"

Itulah pernyataan-pernyataan yang terus berulang-ulang di hati dan pikiran saya. Dan itulah, yang akhirnya saya berkesimpulan, orang yang di-bully memang bisa berubah menjadi pem-bully jika tidak ditangani dengan baik dan serius

Memang benar, semua bacaan yang pernah saya baca pun mengatakan demikian. Bahwa Islam itu agama yang baik, agama yang khusnudzon, Rasulullah ketika disakiti oleh orang lain pun tidak membalasnya, justru mendoakan agar orang tersebut berubah menjadi baik.

Tapi dalam diri saya, jiwa saya masih memberontak. Apa benar, seperti itu? Ini saya saja yang merasa di-bully rasanya tidak enak. Mengalami anxiety disorder. Tidak enak makan, tidur gelisah, sering mimpi buruk, dan tidak tenang. 

Ini saya yang mengalami, bagaimana kalau anak saya yang perempuan juga mengalami hal ini? Anak saya yang laki-laki? Adik saya yang perempuan? Benarkah tidak ada penyelesaiannya?

Lalu saya menemukan artikel, baru satu, yang artikel ini saya pikir merupakan salah satu artikel yang adil. Artikel ini membedakan antara konflik dan bullying.

"...Tapi ingat, bullying itu berbeda dengan berkonflik. Kalau konflik melibatkan antagonisme antara dua individu atau lebih. Ada dua pihak yang saling "serang", baik fisik maupun mental. Artinya, setiap dua individu atau lebih dapat berkonflik, berselisih, atau berkelahi.

Lain halnya dengan bullying, yang terjadi begitu saja dengan ketidakseimbangan kekuatan. Bentuknya macam-macam, seperti mengejek, merendahkan, meludah, menghina dengan kata-kata kotor dan keji, memukul, menendang, dan perilaku "penyerangan" lainnya."

Nah, di artikel tersebut, jelas dibedakan, arti berkonflik dan bullying. Berkonflik itu terjadi jika kuat sama kuat. Tapi bullying itu terjadi jika yang kuat menindas yang lemah. Sumber: Thobib Al-Asyhar

ASN Kemenag dan Dosen UI Salemba, https://kemenag.go.id/opini/apa-kata-islam-tentang-bullying-o58xvy

Bahkan di situ dicontokan kasus bullying, yaitu:

"Agak-agak ke sini, coba dicermati berapa kali bangsa kita dibully oleh bangsa asing? Berapa lama kita "di-bully" oleh Belanda? Berapa tahun Indonesia "di-bully" oleh Jepang?...". 

Jadi di situ dicontokan kasus bullying itu ya bangsa kita dijajah oleh penjajah. Masa kita dijajah diam saja? 

"Bullying, penindasan terhadap kaum lemah (seperti perbudakan), bertindak semena-mena, kedzaliman, ketidakadilan jender, dan lain-lain adalah musuh Islam paling nyata saat itu.

Jadi, hukum bullying adalah haram, karena termasuk sikap dan perilaku menyakiti orang lain yang dapat merusak nama baik (citra) atau harkat kemanusiaan."

Nah kan?

Lalu bagaimana mengatasi bullying?

Ternyata Unicef telah memberikan tips, yang itu, menurut saya benar-benar masuk akal, daripada sekedar, "kamu harus menerimanya, kamu harus sabar.."

Tips untuk guru dalam mengatasi perundungan (bullying) menurut Unicef:

1. Tanggapi kejadian itu dengan serius.

2. Hargai dan berterima kasihlah pada siswa tersebut karena telah melapor kepada Anda.

3. Yakinkan dia bahwa itu bukan salahnya.

4. Tunjukkan empati.

Bantu anak yang di-bully untuk membela dirinya sendiri -- bahwa dia bisa mengatakan tidak suka jika dikerjai oleh temannya.

5. Tanyakan kepada anak tentang apa yang dapat dilakukan untuk membuat dia merasa aman.

6. Bicaralah dengan setiap anak yang terlibat dalam situasi ini secara terpisah. Hindari menyalahkan, mengkritik, atau meneriaki di depan wajah mereka. Dorong dan hargai nilai kejujuran.

7. Pertimbangkan peran atau pengaruh 'kelompok sebaya'. Bullying terkadang dilakukan oleh kelompok. Jika bullying dilakukan oleh seorang anak, dengan bantuan atau dukungan dari anak-anak lain, mereka semua juga harus menanggung konsekuensinya bersama, terutama agar mengetahui dampak perbuatan mereka kepada anak yang di- bully, serta meminta maaf.

8. Ambil tindakan kepada pelaku bullying. Beritahu si anak, orang tuanya, dan kelas mengenai perkembangan kasusnya, dengan tetapi menghormati semua pihak.

9. Tindak lanjuti secara teratur dengan anak tersebut mengenai kemajuan yang dibuat mengenai masalah ini sesudahnya.

10. Jika perlu, carilah bantuan dari pihak eksternal. Ketika Anda menghadapi masalah yang parah atau signifikan yang tidak Anda ketahui cara mengatasinya, laporkan kepada guru konseling sekolah, atau pekerja sosial, atau psikolog. 

sumber: https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/tips-untuk-guru-mengatasi-bullying

Nah, jadi mohon jangan remehkan pem-bully-an. Mohon tindaklah pem-bully dengan adil. Juga, mohon dengarkanlah dan perlakukanlah korban dengan baik. Agar korban tid

ak menderita, bahkan berubah menjadi pihak pem-bully.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun