Mohon tunggu...
Diana NovitaPermataSari
Diana NovitaPermataSari Mohon Tunggu... Guru - Guru/Pendidik

Menjadi pendidik di salah satu sekolah menengah kejuruan Negeri. Hobi utama membaca, sekarang sedang giat berlatih menulis, dan sangat suka jalan-jalan, kadang kulineran, dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nikuba, AI, dan Amelya

23 Juli 2023   12:28 Diperbarui: 23 Juli 2023   12:33 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam 7.15 pagi, sebuah bis memasuki wilayah Jawa Timur, bis melaju menuju ke Jatim Park, mengantarkan rombongan karyawan perusahaan yang mau outing di tempat tersebut. Salah seorang gadis duduk di bagian paling depan di bus tersebut. Garis wajahnya mungil cantik, dibingkai dengan jilbab yang hampir sewarna dengan warna kulitnya, lehernya dililiti sebuah syal tebal, badannya yang mengenakan gaun warna kuning gading dikombinasikan dengan kain etnik Toraja masih dibungkus jaket kulit tebal. Ia baru meminum obat tadi, mengambilnya dari kotak obat yang ada di bis, sehingga sekarang sedang berusaha untuk berisitirahat, meskipun dengan sedikit susah payah.

Jalan yang dilewati bus itu lebih sering naik dan turun, meskipun kadang melewati jalan yang datar. Di depannya adalah sebuah gunung tinggi, yang berwarna biru, angkuh menjulang. Seperti kehidupan ini, kehidupannya khususnya, dia sudah sering mengalami fase naik dan turun. Kadang ia seperti dilemparkan ke dalam jurang yang dalam. Namun kadang ia juga merasa di puncak yang tinggi. Meskipun kadang dia juga merasa berada di jalan yang datar. Kadang juga ia merasa ia sedang naik ke puncak gunung itu, tapi belum sampai puncaknya, ia akan terlempar ke jurang, hingga babak belur akan mati. Begitupun dalam kehidupan nyata, sudah lebih dari satu kali ia lolos dari lubang keinginananya untuk bunuh diri..atau paling tidak keinginan untuk mati. Bunuh diri pertama saat dia mengetahui orang tuanya selingkuh. Keinginan mati pertama saat dia sudah dapat beasiswa kuliah ke luar negeri, tapi gugur di seleksi tahap akhir. Keinginan mati kedua saat ada orang yang akan melamarnya, pihak keluarganya sudah mempersiapkannya, namun secara sepihak calonnya membatalkannya. Keinginan mati ketiga adalah saat dia lelah harus mengambil keputusan saat ini. Dia bertanya kepada dirinya sendiri, betapa sulitnya menggapai keinginannya sendiri itu, bukankah lebih mudah kalau dia mati saja.

Dia mengamati gunung itu lagi. Ah, pasti untuk mencapai puncak gunung tersebut, dibutuhkan uji coba puluhan, ratusan, mungkin ribuan kali. Penuh luka dan lara untuk mencapainya. Jika si pendaki memutuskan untuk tidak naik ke puncak, mungkin seumur hidupnya akan terombang-ambing dalam kegalauannya, menyalahkan diri-sendiri dan orang lain terus-menerus. Tapi jika dia memutuskan untuk naik ke puncak, mungkin dia akan merasakan kepuasan yang luar biasa ketika sampai di puncak. Meskipun mungkin, dia mati jatuh ke jurang sebelum mencapai puncak, atau dia mati kelelahan di suatu titik karena terluka, terinfeksi, atau dilukai binatang liar. Tapi paling tidak dia sudah berusaha untuk naik ke puncak tersebut, matipun mungkin dia sudah dengan tersenyum puas.

Ah, tapi naik ke gunung itu tidak semudah yang dikatakan di bibir. Begitupun dalam kehidupan nyata, ketika seseorang akan memutuskan untuk menggapai impiannya, ketakutannya dalam menghadapi kemungkinan yang terjadi jauh lebih besar, daripada ketika ia langsung mengambil dan menjalankan keputusan itu.

Hhh..Amelya menghela nafas dengan sangat pelan, berharap tidak mengganggu orang yang di samping-sampingnya.

Dia teringat kembali percakapannya dengan ponakan dan tunangannya kala itu, di teras rumah milik salah satu keluarga Anggara, tunangannya.

"Cinta negara itu apa Tante?"

"Cinta negara itu..." Amelya berpikir sebentar, kemudian memutuskan untuk malas berpikir, ia segera membuka personal asisten-nya, artificial Intelligence atau AI-nya, untuk menanyakan soal tersebut, dan mencari jawabannya.

"Adalah berbuat sesuatu yang baik untuk negara." jawab Amelya

"Contohnya apa Tante?"

"Contohnya.. tidak berkelahi sama teman, tidak tawuran, membuat sesuatu yang baik untuk negara." kata Amelya lagi, menjawab sekenanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun