Jadi Pejabat
Akhir tahun 2021. Masa COVID sudah mulai membaik. Anak sekolah sudah mulai diizinkan masuk. Awalnya diizinkan 25%, lalu meningkat menjadi 50%, lalu meningkat lagi menjadi 75%.
Kami sibuk membersihkan ruang laboratorium praktik. Sebenarnya kami sering melakukan kegiatan ini. Hanya karena selama ini siswa sebagian besar melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau belajar dari rumah, dan yang berangkat tidak bisa praktik karena waktu yang sangat terbatas, jadi kami hanya membersihkan lab kalau kami sedang mood saja.
*
"Kalian tahu nggak sih gaiss, nasi di dalam magic com kemarin, yang waktu beberapa pekan sebelumnya kubuka sudah berjamur dan berair, akhirnya ketahuan oleh asisten bos sendiri!" Kata Liyana sambil membuangi bahan-bahan yang sudah tidak layak pakai di lemari pendingin dan pembeku. Wajahnya bermasker, tangannya juga mengenakan sarung tangan.
Begitu pula dengan kami, semuanya bermasker dan mengenakan sarung tangan.
"Iya? Terus gimana?" Tanyaku dan Halima hampir bersamaan, penasaran.
"Ya akhirnya, langsung dibawa keluar oleh asisten bos itu sendiri. Aku sendiri pura-pura tidak melihat apa yang ia kerjakan." Kata Liyana lagi.
"Baguslah kalau begitu. Jangan kita terus yang membersihkan. Coba lihat ini, minyak bekas menggoreng sudah berminggu-minggu tidak segera dibersihkan. Akhirnya kemasukan berbagai macam benda dan debu, jadi menjijikan seperti ini. Ini ada panci kukusan bekas mengukus juga sampai jamuran seperti ini.
Sebenarnya mau dibersihkan jijik, tapi kalau tidak dibersihkan juga tidak pantas. Apalagi semakin lama semakin menambah bau di ruangan ini!" Kata Halima.
"Yap, betul!" Kataku, sambil memilih bahan yang masih layak dan tidak layak di kardus-kardus bahan. "Soalnya, siswa itu, selagi ditungguin saja, ada saja yang malas-malasan bersih-bersih setelah praktik. Mereka seringnya lempar-lemparan tugas. Praktik membuat suatu makanan sih mereka senang, tapi bersih-bersih setelah praktiknya yang malas.
Dan kadang, kita tunggui dan kita awasi saja, ada-ada saja yang tertinggal. Entah tutup panci kotor tertinggal, entah oven belum dikembalikan ke tempat semula, dan lain-lain. Apalagi tidak ditungguin? Ya berantakan lah ya.
Lihat ini, bahan-bahan sisa praktik juga tidak ditutup lagi dan tidak dirapikan. Akhirnya pada belatungan dan tidak layak dipakai lagi. Sayang juga sih sebenarnya!" Kataku lagi.
Nisa hanya tersenyam-senyum mendengar kami, sambil membantuku.
"Lah, waktu dulu itu ya, ada bau busuk banget! Ternyata tulang bekas praktik masih tertinggal di atas meja. Udah belatungan dan kaya gitu lah pokoknya!" Kata Halima lagi.Â
"Ya gimana nggak berantakan, orang setiap praktik ditinggal. Masuk kelas cuma minta siswanya praktik, habis itu pergi entah kemana!" Kata Liyana.
"Padahal jadi guru kaya kita ini, lelahnya justru pas praktik. Walaupun kita cuma duduk mengawasi, tapi kita harus memastikan mereka praktik dalam kondisi aman. Tidak boleh ada minyak yang tumpah sehingga lantai licin. Tidak boleh ada sampah berserakan. Tidak boleh lari-lari dan tidak hati-hati menggunakan alat.Â
Pun kalau sudah selesai, seperti kusebutkan tadi, kita harus ekstra ketat mengawasi mereka biar habis praktik ruang kembali bersih.Â
Jadi, ya, saya heran. Kalau ada guru, siswanya lagi praktik, malah ditinggal. Emang nggak takut siswanya kenapa-kenapa apa mereka?" Kataku.
"Nah, makanya itu jadi berantakan dan kotor setiap kali jamnya mereka habis praktik. Makanya itu, di ruang sebelah, alat juga berantakan banget!" Tambah Halima.
"Masalahnya kalau kita tidak merapikan dan membersihkan, kita juga yang jadi bahan pembicaraan guru-guru lain. Kita dikatain jorok lah, ini lah, itulah. Tapi kalau kita terus yang bersihin, sebenarnya capai juga sih ya!" Kata Liyana.
"Nah, itu dia. Mereka akan bilang, 'Kalian kan tim yang isinya cewek-cewek, masa ruangannya jorok gitu sih!', pasti kita dibilangnya gitu!" Kata Halima.
"Ah, sudahlah! Lelah ngomongin mereka. Mari kita segera selesaikan ini dan kita istirahat, minum kopi!" Kata Halima lagi.
"He..he..yuk, yuk!" Kata Nisa.
Aku setuju, tapi diam. Tapi kemudian seperti teringat sesuatu. "Ngomong-ngomong lagi kemana itu bos berdua?" Tanyaku.
"Lagi ngantar surat entah kemana katanya!" Kata Halima.
"Giliran perjalanan dinas aja, kilat..!" Kata Liyana.
*
Setelah hampir tiga jam bersih-bersih, kami pun akhirnya duduk-duduk santai, sambil menikmati es kopi dan beberapa makanan kecil.
"Halo..Lagi pada apa?" Tanya pimpinan sekolah, yang tiba-tiba berdiri di ambang pintu ruang guru.
"Eh, ini ruangan kok tumben, bersih sekali!" Kata Pemimpin sekolah lagi, sambil memandang ke sekitar.
Kami kaget melihat pemimpin sekolah yang tiba-tiba muncul di situ.
"Ini Pak, ngopi. Iya tadi, barusan kami bersih-bersih Pak!" Kata Liyana reflek.
"Oh, bagus-bagus! Sekalian bergerak ya, biar fit! Lagi musim COVID gini harus banyak bergerak." Kata pemimpin sekolah lagi.
"Iya Pak!" Kata kami, tersenyum, masam.Â
"Kan sebentar lagi siswa katanya juga sudah mau diizinkan masuk sekolah, barangkali jadi Pak, jadi masuk Lab sudah bersih." Tambah Liyana.
"Baik, baik. Hanya berempat ini?"
"Ya Pak!" Kata kami hampir bersamaan.
Aku memberi kode kepada Halima dan Liyana, apakah perlu membuatkan kopi?
Liyana bangkit dari tempat duduknya dan mempersilakan pemimpin sekolah duduk, sambil memberanikan diri bertanya, "Mau dibuatkan kopi, Bapak?" Tanya Liyana.
"Trima kasih, trima kasih. Tapi saya sudah minum kopi barusan!" Kata pemimpin sekolah, sambil masuk ke ruang guru. " Wah, pada suka ngopi ya?" Tanya pemimpin sekolah lagi.
"Ya Pak, tapi kopi rasa-rasa seperti ini. Bukan kopi hitam!" Kata Liyana.
"Iyalah, anak muda!" Kata pemimpin sekolah lagi sambil tertawa. "Saya air mineral saja." Kata pemimpin sekolah sambil duduk di kursi kerjanya Liyana.
Liyana menyajikan air mineral gelas yang memang sudah tersedia di lab, dan menyajikan kue lemper di piring. "Ini ada lemper Pak, silakan!" Kata Liyana.
"Nah, kalau makanan tradisional seperti ini saya suka." Kata pemimpin sekolah, sambil membuka maskernya, mengambil sebuah lemper, mengupasnya, lalu menikmatinya.
Kami semua akhirnya ikut duduk sejenak menemani pemimpin sekolah.
"Pada sehat semua?" Tanya pemimpin sekolah lagi.
"Sehat Pak!" Kata kami hampir bersamaan.
"Oh ya, kemarin bisa cerita sedikit  Alia, bagaimana bisa menemukan ide membuat jenang nanas?"
"Jenang nanas? Ya.." aku berpikir sejenak. "Ya saya hanya berpikir kearifan lokal itu ya kearifan lokal. Dari bahan, proses, sampai rasanya harusnya lokal. Hanya mungkin perlu sentuhan teknologi. Makanya saya membuat jenang nanas. Makanan alami, bergizi, dan itu jenang nanas bisa awet selama beberapa bulan meskipun tanpa pengawet itu Pak." Terangku, langsung panjang lebar. Siapa yang tidak bangga produknya terpilih menjadi produk unggulan.
"Oh ya?! Gimana kok bisa?"
"Itu menggunakan teknologi rantai panas. Jadi jenang dikemas dalam kondisi panas, lalu setelah dikemas dipanaskan lagi untuk sterilisasi."
"Oh ya, gitu ya? Baguslah kalau begitu! Alia, selamat ya, kemarin juga sudah diangkat jadi ketua Unit Produksi, UP-nya sekolah."
"Oh iya, trima kasih Pak." Kataku tertawa..bingung, mau senang apa susah.
"Oh ya, sudah mulai dititipkan ke toko-toko ya produknya?"
"Sudah Pak. Baru bisa menitipkan di empat toko, Pak."
"Bagus, bagus! Dapat masuk ke toko oleh-oleh itu sudah prestasi awal yang bagus. Selanjutnya gimana?"
Kalau bisa kita membidik minimarket waralaba itu Pak. Tapi saya cari-cari info, kalau mau menitipkan produk di sana, harus PIRT dan halal terlebih dahulu."
"Baik, coba saja kita daftarkan PIRT dan halal tersebut!"
"PIRT sudah didaftarkan oleh pemimpin tim Pak, jadi tinggal halal."
"Baik, kita coba urus halalnya."
"Emm..."
"Ya..?"
"Ya, uangnya ada ya Pak?"Â
"Seharusnya ada, sampai berapa katanya?"
"Yang berbayar, sampai Rp 4.000.000.-"
"Baik, coba diurus saja."
"Baik Pak!"
"Baik, trima kasih ini, untuk air mineral dan jamuan lempernya."
"Sama-sama Pak."
"Silakan dilanjutkan aktivitasnya!"Â
"Baik Pak!"
Pemimpin keluar, dan kami mengantarnya sampai pintu.
"Cie..yang akhirnya diangkat menjadi ketua UP!" Goda Nisa.
"Haha..aku bingung, harus senang apa sedih! Kita semua tahu, diberi jabatan di lembaga negeri ini berarti tambah pekerjaan!" Kataku.
"Haha..sudah, nikmati saja!" Kata Liyana sambil menyantap lempernya.
"Iya dibikin enjoy aja Mba! Mba Alia passion-nya emang di bisnis kan?" Kata Nisa.
"Iya passion-ku emang di bisnis. Ya udah lah, kemarin kuterima juga, karena kupikir, biar aku sekalian belajar bisnis juga..." Kataku.
"Kok bisa kamu, habis difitnah malah diangkat jadi ketua UP, Alia?" Tanya Halima.
"Entahlah. Mungkin karena setelah difitnah, aku fokus membersihkan nama baikku. Aku juga tidak mau dong, namaku rusak gara-gara sesuatu yang tidak kulakukan." Jawabku.
"Hmm..iya, baguslah!" Kata Halima tersenyum.
"Betul, baguslah! Akhirnya, salah satu diantara kita ada yang diangkat jadi pejabat." Kata Liyana lagi sambil membuang bungkus lemper ke tempat sampah.
"Yup betul." Kata Halima.
"Tapi aku nanti mohon dibantuin lho ya!"
"Dibantuin nggak ya..?!" Canda Halima.
"Nggak usah lah Mba, Mba Alia tidak usah dibantuin..!" Kata Nisa sambil mengerlingkan matanya sambil menggoda.
"Yap, betul. Tidak usah!" Kata Liyana sambil menyeruput es kopinya acuh tak acuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H