Minggu pertama sejak pergantian tahun 2020 ke 2021 hampir terlewati. Setelah banyak planning yang amburadul di tahun 2020, saya membutuhkan energi yang cukup besar untuk menata kembali. Sebagai langkah awal saya berencana memulai tahun ini dengan hati yang bahagia. Tuhan itu baik, rupanya doa saya didengarkan.
Hari Senin yang lalu, ditengah masa pandemi yang belum usai  saya berjumpa kembali dengan teman-teman Kompasiner Jogja untuk pertama kalinya. Mengawali tahun baru dengan bertemu orang-orang yang selalu memberikan semangat untuk menulis menulis dan menulis. Hampir setahun kami tidak kopi darat akhirnya kami bisa benar-benar ngopi bareng di Kopi Lumbung Mataram. Event KJog #dolankuliner kali ini benar-benar mengobati kangen kami. Eits... Standar prokes Covid-19 tetap dijalankan ya, cuci tangan, pake masker dan jaga jarak.
Kira-kira lima belas menit saja dari pusat kota Jogja, kami tiba di daerah Kotagede, tepatnya di Purbayan KG 3/127 RT 057 RW 014. Bagi kalian yang belum pernah berkunjung ke Kotagede, jika lain waktu datang ke Jogja silakan memasukkannya ke bucket list ya. Di abad 16 Kotagede adalah pusat Kerajaan Mataram Islam sehingga banyak ditemukan situs sejarah di sini.
Di masa kini Kotagede terkenal dengan kerajinan perak, ternyata dulu Kotagede dikenal sebagai penghasil tenun. Rumah-rumah di kawasan ini masih mempertahankan bentuk aslinya yang sebagian besar berarsitektur Jawa. Â Salah satunya bangunan rumah yang menjadi tempat kopi saya bareng teman-teman KJog kali ini.Â
Memasuki Kopi Lumbung Mataram kita berasa seperti bertamu di rumah teman, Ibu Ida salah satu pengurus Kopi Lumbung Mataram menyambut penuh kehangatan. Meskipun baru pertama kali ketemu bu Ida langsung berusaha mengenal nama-nama kami masing-masing.
Satu hal yang sulit saya lakukan ketika harus berkenalan dengan banyak orang sekaligus. Tetapi bu Ida malah sudah menghafal nama kami semua sampai  saat kami pamit pulang nanti. Tidak berhenti sampai di situ, bu Ida membuat saya makin takjub saat menyampaikan bahwa bangunan rumah ini dibangun tahun 1850 tahun yang lalu, dan saat ini ditinggali oleh generasi ke 4. Masih dalam kondisi baik, dirawat dengan apik dan dijaga biar tetap lestari. Selain sebagai tempat tinggal pribadi, rumah ini juga sering digunakan sebagai tempat kegiatan dan pameran berkesenian.
Saya berjalan mengelilingi setiap sudut yang hampir sebagian besar perabotannya terbuat dari kayu yang menegaskan tema vintage cafe ini. Malahan beberapa meja dan kursinya sama persis dengan yang ada di rumah simbah saya, semakin menciptakan perasaan homy. Belum lagi semilir angin sore dan suara gemerisik daun kelengkeng makin menambah betah, mungkin akan lebih komplit jika diiringi dengan alunan uyon-uyon.