Sebagai pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya di sekolah, guru dengan  tugas tambahan sebagai kepala sekolah harus memandang sekolah sebagai sebuah komunitas dan berperan sebagai fasilitator dalam menggerakkan dan memimpin komunitasnya.
Karakteristik sebuah komunitas yang sehat diantaranya adalah mempraktikkan dialog berkelanjutan dan partisipasi anggota masyarakat, menumbuhkan komitmen terhadap tempat, membangun koneksi dan kolaborasi, mengenal dirinya sendiri dan membangun aset yang ada, membentuk masa depan, bertindak dengan obsesi ide dan peluang, merangkul perubahan dan tanggung jawab serta menghasilkan kepemimpinan.
Hal ini membutuhkan kompetensi guru sebagai pemimpin di sekolah untuk memahami makna sekolah sebagai sebuah ekosistem, menselaraskan keterlibatan faktor biotik (murid, guru, orang tua, masyarakat, staff, dinas terkait, dll) dengan faktor abiotik (lingkungan alam, sarana prasarana, keuangan, dll) untuk mewujudkan visi sekolah yang telah disusun menggunakan paradigma inkuiri apresiatif (IA) dengan tahapan BAGJA.
Kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mengelola sumber daya alam di lingkungan masyarakat sekitar berkaitan dengan salah satu kebiasaan pemimpin pembelajaran yaitu membangun keselarasan.
Membangun keselarasan dengan lingkungan masyarakat merupakan wujud dari penerapan konsep sekolah sebagai sebuah komunitas, dimana salah satu karakteristik komunitas sehat adalah menumbuhkan komitmen terhadap tempat.Â
Artinya, guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mengelola sumber daya harus memiliki perilaku yang akan memperkuat koneksi warga baik komunitas, lingkungan, dan ekonomi lokal mereka. Aplikasinya adalah dengan memperkuat komitmen warga sekolah dengan masyarakat untuk saling bergotong royong demi kemajuan murid-murid.Â
Sebagai salah satu contoh yaitu keterlibatan masyarakat sebagai pemantau dalam penerapak jam belajar masyarakat, sehingga masyarakat sebagai salah satu aset manusia bagi sekolah. Sehingga sebagai seorang pemimpin pembelajaran, guru dapat membangun sekolah yang sehat dan inklusif.
Dalam proses pengelolaan sumber daya yang tepat untuk membantu proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas, maka perlu mengelola sumber daya tersebut menggunakan pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset (PKBA).Â
Pendekatan PKBA berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas. Sebagai sebuah komunitas, sekolah harus memulai dengan menemukenali 7 sumber daya yang menjadi aset sekolah yaitu aset manusia, sosial, politik, agama/budaya, lingkungan/alam, fisik, dan finansial). Selanjutnya sekolah merumuskan visi untuk mewujudkan proses pembelajaran murid yang berkualitas menggunakan paradigma Inkuiri Apresiatif (IA) melalui tahapan BAGJA, dimana paradigma IA ini percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan.
Sebagai contoh, pada awal tahun pelajaran sekolah sebagai komunitas mengundang guru, staff, pengawas, komite sekolah, perwakilan murid, tokoh masyarakat, pemerintah desa setempat, bhabinkamtibmas dan dewan guru untuk duduk bersama dalam sebuah forum diskusi yang membahas tentang pemetaan aset sekolah serta perumusan visi dan misi sekolah.
Filosofi pendidikan nasional KHD dibangun dalam lingkungan yang menerapkan budaya positif menggunakan pondasi nilai dan peran guru penggerak yang dirumuskan dalam visi guru penggerak melalui tahapan BAGJA. Sebagai sebuah pondasi, guru penggerak harus memiliki kompetensi sosial dan emosional (KSE) dalam menciptakan pembelajaran yang memenuhi kebutuhan belajar murid dengan penerapan pembelajaran berdiferensiasi, mampu melakukan coaching untuk supervisi akademik, mengambil keputusan menggunakan 4 paradigma dilemma etika, 3 prinsip penyelesaian dilemma etika dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan serta mengelola sumber daya sebagai modal/aset sekolah.