2.3.a.8. Koneksi Antarmateri - Modul 2.3
Coaching untuk Supervisi Akademik
KHD dalam modul 1.1 menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.
Kata "menuntun" sangat erat juga kaitannya dengan proses Coaching untuk supervisi akademik. Pada modul 2.3 di halaman 9, Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan Coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation mendefinisikan Coaching sebagai"...bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif."
Coaching bertujuan menuntun coachee untuk menemukan ide baru atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang dikehendaki. Sehingga ada keterkaitan antara proses Coaching dengan proses pendidikan dimana kedua proses tersebut sama-sama merupakan proses menuntun (memfasilitasi/membantu) seorang individu agar dapat menemukan kekuatan kodrat dan potensinya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.
Proses Coaching sebagai komunikasibpembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai 'pamong' dalam member tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.
Pada proses Coaching, 5 keterampilan sosio-emosional tentu sangat diperlukan, hal ini terkait dengan emosi-emosi yang dirasakan pada saat coach dan coachee melakukan proses Coaching
Relevansi antara proses Coaching dengan 5 ketermapilan sosio-emosional diantaranya berikut ini
- Memahami, menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran diri) dan Menetapkan dan mencapai tujuan positif (manajemen diri)
- Pada proses Coaching, paradigma berpikir Coaching yang ketiga adalah memiliki kesadaran diri yang kuat. Kesadaran diri yang kuat membantu kita untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi selama pembicaraan dengan rekan sejawat. Kita perlu mampu menangkap adanya emosi/energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari rekan kita.
- Paradigma ini tentu sejalan dengan kerangka kompetensi sosial emosioal (CASEL) tentang kesadaran diri yang salah satunya adalah kompetensinya adalah dapat menggabungkan identitas pribadi dan identitas soial, mengidentifikasi kekuatan/aset diri dan budaya serta mengembangkan minat dan menetapkan arah tujuan hidup seorang coachee dengan bantuan coach.
- Merasakan dan menunjukan empati kepada orang lain (kesadaran sosial) dan membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)
- Pada proses Coaching, paradigm yang pertama adalah focus pada coachee yang akan kita kembangkan dengan memusatkan perhatian kita (coach) pada coachee yang kita kembangkan bukan pada "situasi" yang dibawanya dalam percakapan. Selain itu, relevansi antara keterampilan sosial-emosial pada bagian ini adalah pada paradigm berpikir Coaching yang kedua yaitu bersifat terbuka dan ingin tahu, yaitu selalu berpikir netral terhadap apapun yang dikataka atau dilakukan coachee. Ciri-ciri dari sikap terbuka dan ingin tahu ini adalah :
- berusaha untuk tidak menghakimi, melabel, berasumsi, atau menganalisis pemikira orang lain;
- mampu menerima pemikiran orang lain dengan tenang dan tidak menjadi emosional.
- tetap menunjukkan rasa ingin tahu yang besar terhadap apa yang membuat orang lain memiliki pemikiran tertentu
- Membuat keputusan yang bertanggungjawab.
- Paradigma berpikir Coaching yang relevan dengan kompetensi sosial-emosial ini adalah paradigm yang keempat yaitu mampu peluang baru dan masa depan. Coaching mendorong seseorang untuk fokus pada masa depan, karena apapun situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah masa depan. Coaching juga mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada masalah, karena pada saat kita berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat dibandingkan jika kita berfokus pada masalah.
- Pada proses belajar kali ini, beberapa hal yang sudah baik adalah tentang pemahaman keterampilan Coaching namun yang perlu diperbaiki adalah penerapan Coaching agar sesuai dengan prisnsip-prinsip Coaching yaitu kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi dan yang utama adalah harus memiliki kompetensi inti Coaching yaitu kehadiran penuh, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot.
- Kompetensi inti Coaching sangat erat kaitannya dengan kematangan diri yaitu tentang 5 keterampilan sosial-emosional, agar  pada poses Coaching, coachee mendapatkan tujuan yang diharapkan dan coach dapat membantu coachee menggali potensi diri untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
- Selanjutnya, bagaimana materi ini dapat diimplementasikan oleh seorang CGP?
- Dalam proses belajar seorang CGP diharapkan mampu memliki kompetensi inti Coaching dang mengaitkannya dengan 5 keterampilan sosial-emosional agar dapat mengimplementasikan proses Coaching terutama di lingkungan sekolah. Hal ini relevan dengan kompetensi yang diharapkan pada modul belajar Coaching untuk supervisi akademik, yaitu seorang guru penggerak dapat secara aktif menetapkan tujuan, membuat rencana, dan menentukan cara untuk mencapainya dalam meningkatkan kompetensi dan kematangan dirinya, memfasilitasi guru lain dalam mengevaluasi pembelajaran berdasarkan data dan tingkat pencapaian murid, serta terampil menerapkan pendekatan Coaching untuk pengembangan diri, guru dan rekan sejawat. Berdasarkan hal tersebut, maka seorang CGP harus berkolaborasi dengan segala pihak terkait, agar setiap hambatan yang ditemui dapat terselesaikan dengan solusi terbaik.
- Sebelumnya, CGP mengartikan bahwa Coaching sama halnya dengan mentoring ataupun konseling, sehingga saat menerapkan proses Coaching, CGP cenderung memberikan solusi dan menyampaikan pengalaman pribadi sebagai referensi solusi. Namun setelah mempelajari modul 2.3 ini, CGP memahami bahwa mendengarkan secara "RASA" dan mengimplementasikan proses Coaching menggunakan alur TIRTA sangatlah penting, agar tujuan dari proses Coaching benar-benar dapat menggali potensi coachee untuk menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapinya.
- Pada proses supervisi akademik, kegiatan Coaching harus berpegang pada paradigm pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu. Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir Coaching meliputi:
1. Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru
2. Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu
3. Terencana