Ada sekian alasan yang menjadi sebab orang memilih pasangan tertentu sebagai pemimpin mereka, baik presiden, gubernur, bupati/walikota, bahkan hingga level Kepala Desa. Bisa jadi karena personal orang tersebut dari sisi visi-misinya, gelar akademiknya,karena circle dan jaringannya, karena sosok fisiknya, identitas dan karakter personalnya, karena latar belakang keluarganya, latar belakang profesinya, bisa karena pengalaman dan kompetensinya, ada juga mungkin karena faktor balas jasa, faktor perintah pimpinan partai, atau karena faktor terpaksa memilih yang lebih kecil mudharatnya.
Dalam sistem demokrasi yang mengamini bahwa one man one vote, dimana suara mereka yang secara syarat sudah terkategori pemilih memposisikan mereka memiliki hak suara yang sama dalam memilih. Tak ada bedanya suara seorang ulama, cendekiawan, pelacur, pencuri, karena masing masing mereka yang menjadi warga negara punya hak politik yang sama dan punya 1 suara.Â
Dan suara pemilih itulah yang diperebutkan mereka yang sedang berkontestasi. Pada pilpres 2024 kemarin konon jumlah suara yang diperebutkan adalah 204,8 Juta (data DPT dalam dan luar negeri).
Menurut data BPS total jumlah petani pengguna lahan pertanian di Indonesia tercatat 27,7 Juta Jiwa. Dimana terbanyak sebesar 5,4 juta jiwa ada di Jawa Timur (sensus BPS 2023)
Dalam pelaksanaan PILKADA serentak 2024 ditaksir memerlukan anggaran sekitar lebih dari 41 T. Kemendagri sejak tahun lalu meminta setiap daerah menyiapkan anggaran untuk PILKADA sebesar 40 % dari APBD 2023 dan 60 % dari APBD 2024 (kompas.com, 10/7/24). Jumlah PILKADA yang akan dilaksanakan di 545 daerah seluruh Indonesia, terdiri dari 37 Provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota (kompas.id, 30/8/24)
Berapa biaya yang diperlukan atau harus dikeluarkan seseorang yang ingin menjadi Gubernur, Bupati/Walikota?
Menurut Mendagri, Tito Karnavian Khusus untuk gubernur, survei yang digelar Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri selepas pilkada tahun 2015 menyebut untuk menjadi gubernur membutuhkan dana berkisar antara Rp 20 miliar hingga Rp 100 miliar (cnbcindonesia.com, 19/11/19).Â
Hal senada disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, beliau menyatakan biaya politik di Indonesia sangat mahal, untuk menjadi kepala daerah Tingkat II dibutuhkan biaya 20-30 M, sedangkan untuk Gubernur dibutuhkan biaya hingga 100 M (wartaekonomi.co.id,1/7/22).Â
Dalam pelaksanaan PILKADA kadang atau bisa jadi tak jarang ditemu praktek politik uang (money politic). Pemberian sejumlah uang kepada pemilih yang dimaksudkan agar si penerima memilih calon kepala daerah tertentu. Kadang juga diduga sengaja diberikan, walaupun tidak ada permintaan mencoblos calon tertentu secara lisan, tapi pemberian itu sebagai bentuk tanam jasa kepada pemilih yang menuntut pengharapan dukungan.
Bentuknya diduga tak jarang dalam istilah-istilah seperti hadiah, sedekah, infaq, ucapan terima kasih, atau "pengalih" meninggalkan pekerjaan untuk memilih. Kapan dana itu diberikan? Tak ada waktu tetap bahkan diduga ada yang melakukan serangan fajar sebelum PILKADA dilaksanakan.