Pada ayat 2 pasal 187A UU di atas Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
Mohon maaf sebelumnya. Perlu dipahami bahwa penulis tidak dalam posisi menjudge atau mengeneralisir semua petani memiliki sikap serupa, penulis yakin masih banyak petani yang memiliki kesadaran politik dan anti politik uang.
Penulis hanya memfokuskan pada mereka yang memilih dengan pertimbangan yang penting cuan ketika memilih. Edukasi dan pencerdasan politik petani merupakan hal yang tak kalah urgen, untuk melahirkan pemimpin ideal di negeri agraris ini.
Namun selama terjadi relasi simbiosis mutualisme dan adanya persepsi yang menempatkan pemimpin terbaik adalah pemimpin yang terbanyak memberi mahar masih terjadi, tidak beraninya saksi-saksi melaporkan kecurangan, tidak ditindaklanjutinya laporan-laporan politik uang, praktek politik uang akan sangat sulit diberantas.
Setidaknya penolakan praktek politik uang harus terus dikampanyekan, terus dilakukan penyadaran tentang bahaya, dampak negatif dan larangan perilaku tersebut. Hal ini dapat dimulai dari diri dan keluarga kita.
Jangan-jangan maraknya politik uang pada PILKADA dan mahalnya biaya politik kita merupakan konsekuensi penerapan demokrasi machiavelis dengan semboyan tak ada teman/musuh abadi yang ada adalah kepentingan abadi, kepentingan individu, keluarga dan kelompoknya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H