Mohon tunggu...
Oedin Only
Oedin Only Mohon Tunggu... Administrasi - Pemberdaya dan Petani

Berkeseharian dengan Desa dan Petani | Berutinitas dalam Pemberdayaan Penyuluh, Pelaku Utama dan Pelaku Usaha | Menyenangi Opini, Analisis dan Literasi | Ingin Berfocus Sebagai Penggiat Analisis Politik Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Berkelas Global | Juara I Lomba Blog KPK 2012

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Penyuluh, Isu Pangan dan Debat Capres

26 Januari 2019   06:30 Diperbarui: 26 Januari 2019   06:47 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hanya saja kebutuhan manusia akan pangan, seringkali tak bisa diprediksi dengan angka pasti, hanya bisa diproyeksi dengan angka ramalan.  Problems penyakit kronis yang mulanya disebab atau bahkan dipicu oleh pangan terus muncul, karbo yang tinggi pada nasi disinyalir turut berperan pada kualitas SDM dari aspek kesehatan, memeratakan pola konsumsi pangan yang sehat, berimbang, dan bergizi cukup masih berupa spot-spot dan domain kalangan tertentu. 

Tapi pangan tak hanya soal beras, cabe dan bawang adalah komoditas strategis yang dapat mempengaruhi inflasi. Cabe dan bawang adalah bagian bumbu dapur yang sering tak absen dalam urusan boga rumah tangga bahkan industri.

Ketika banyak negara menerapkan standar ketat akan residu pestisida yang dikandung komoditas, negeri kita masih dihadapkan pada tantangan produksi , konsumsi dan distribusi yang sering mengundang gejolak. Petani kebanyakannya menghendaki untung yang tinggi dalam produksi, konsumen menghendakinya ketersediaan barang dan harga yang murah.  

Dalam beberapa kasus, produk budidaya menjadi ajang uji coba kehebatan pestisida merek tertentu, yang indah secara hasil tapi subhat dan dharar secara keamanan dan kualitas.

Konon inflasi sektor pertanian sekian tahun terakhir mampu diturunkan dari 11 persenan hingga 1 koma sekian persen, bahkan negara sekelas Jerman dan Belanda mampu dilampaui. Inflasi ini berpengaruh pada investasi, daya beli masyarakat, bahkan pertumbuhan ekonomi. (Tentang ini nanti kita bicarakan sambil ngopi...hehehe...), tak bisa dipungkiri memang mengurus pertanian apalagi pangan tak sesederhana yang dikira, ada sekian problem berkait yang harus diselesai tentang reforma agraria, impor, kartel, tuntutan lembaga donor, pakta-pakta internasional yang punya misi ganda, dll. 

Hak pangan adalah hak asasi, untuk itulah salah satu alasan negara dibentuk dan pemimpin dipilih. Pangan tak hanya sebagai hak asasi semata tapi juga diupayakan  sebagai barometer bahkan leading sektor pembangunan, kenapa ? kan kita negara agraris katanya dan mestinya...

Yang menggelitik dalam pendulum kepala, apakah dalam debat nanti berani dilontarkan pertanyaan tentang kondisi dan masa depan tak hanya petani oriented, tapi mitra sejati mereka sebagai pejuang pangan bernama penyuluh? kata moderator berkumis : Silahkan calon nomer 01 terlebih dahulu memberikan tanggapan bagaimana kondisi penyuluh hari ini, bagaimana kiprahnya terhadap pembangunan pertanian, dan andai terpilih lagi apa langkah-langkah anda untuk mensejahterakan penyuluh dan meningkatkan kualitas SDM  mereka dalam menghadapi tantangan global terkait pangan: mungkin jawabannya : tak perlu saya yang mengurusi, saya kan punya pembantu yang ngurusi pertanian, nah itu tugas mereka.  

Ketika calon no 02 ditanya : jawabannya kira-kira, berdasarkan data, jumlah desa dan kondisi penyuluh yang ada, ternyata belum mencukupi kouta dan nasibnya kurang terperhatikan, bahkan mereka yang sudah mengabdi puluhan tahun hanya karena umur belum bisa diberikan status yang layak sebagai abdi negara, ini semua gara-gara mekanisme outsourching yang diterapkan rezim untuk merekrut tenaga kerja, jika saya terpilih mekanisme ini akan kami hapus karena merupakan produk kapitalisme yang sangat tidak memanusiakan manusia, hehehe...(sttt...banyakin do'a aja, semoga terwujud debat cerdas dan bernas nanti)

Selamat berkarya dan salam bahagia.  Beda pilihan boleh tapi tetap santun, karna kita bersaudara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun