Pemilu adalah pemilihan langsung kepala negara di setiap negara sedangkan pilkada adalah pemilihan langsung kepala daerah dinegara tersebut. Negara yang menyelenggarakan pemilu di tengah pandemic selain Indonesia antara lain Amerika Serikat yaitu pertarungan sengit antara Donald Trump melawan Joe Bidden, Belarusia dengan menghadirkan petahana Alexander Lukashenko, unggul 80,1 persen suara dibandingkan lawannya Svetlana Tikhanovskaya sebesar 10,12 persen.Â
Pemilu Bolivia yang dihelat pada tahun ini sebenarnya merupakan ulangan proses pemilihan pada 20 Oktober 2019 yang kembali mengangkat Evo Morales sebagai presiden. Di Korea Selatan ada pertarungan Presiden Moon Jae-in vs Lee Nak-yon. Satu negara lain yang kemungkinan bakal menggelar pemilu pada tahun ini adalah Jepang karena masa jabatan PM Shinzo Abe habis akan digadang gadang yang menggantikan adalah Yoshihide Suga.
Negara-negara pemilu tersebut harus menyelenggarakan tahapan pemilu dengan protokol kesehatan ketat. Tetapi ada pula negara yang tidak jadi menggelar pemilu ditengah pandemi ini adalah Hongkong, Singapura dan Selandia baru. Indonesia ditengah pandemik ini rencananya akan tetap menyelenggarakan pilkada serentak di 270 kota pada tanggal 9 Desember mendatang.Â
Ini menuai berbagai polemik dan kontroversi di masyarakat. Banyak orang orang yang berpandangan sebaiknya pemilu ditunda dan banyak pula orang yang beranggapan bahwa pemilu tetap diselenggarakan apapun yang akan terjadi.
Mari kita bahas polemik dan kontroversi ini dengan analisis, argumentasi, data empiris praktis. Sebelum saya melanjutkan pembahasan ini, saya akan mengajukan beberapa pertanyaan pertanyaan besar saya adalah sebagai berikut. Pertanyaan saya adalah:
- Apa sih dibalik/latar belakang semua ini tentang pilkada harus segera dilakukan?
Menko Polhukam Mahfud MD menyebut, pemerintah tidak ingin ada pimpinan daerah yang hanya berstatus pelaksana tugas (plt), kepala daerah berstatus plt tidak boleh mengambil kebijakan strategis sehingga akan menyulitkan, kebijakan strategis mempunyai implikasi terhadap pergerakan birokrasi dipemerintahan dan sumber daya lainnya, ini dikhawatirkan kurang menguntungkan jika itu diambil kepala daerah plt.Â
Ini perlu keputusan dan langkah strategis, pilkada juga sebagai upaya untuk menjamin amanat konstitusi rakyat yaitu berhak untuk memilih dan pilih dalam pesta demokrasi sesuai dengan UU dan peraturan perundang-undangan. (sumber:kompas). Jadi DPR dan Pemerintah bersepakat untuk menggelar pilkada serentak tanggal 9 Desember ini.
Saya ingin berasumsi sederhana saja tentang plt tersebut. Pelaksana Tugas Sementara (Plt) adalah orang yang ditugaskan ketika top manajer organisasi tidak ada ditempat atau lengser. Selagi ada pelaksana tugas, maka instruksi perkejaan tidak tertunda dan terus berlanjut sebagaimana yang telah diamanatkan melalui peraturan, kebijakan yang telah disepakati. Saya kira dimasa pandemi ini plt seperti asketisme rasional untuk memimpin selama belum ada pilkada nanti.Â
Plt tidak akan merubah substansi suatu organisasi yang telah ditetapkan. Jika plt merubah substansi maka dia akan dipidana. Ada yang mengawasinya seperti badan pegawas daerah, inspektorat jenderal, BPK, bahkan KPK. Mungkin plt mikir dua kali ya kalau mengadakan penyelewengan keuangan negara. Soal pemimpin yang legal/sah (dilantik) setelah pilkada itu bisa dikondisikan pemerintah/Mendagri selama pandemi ini.Â
Poin saya adalah plt tidak akan berbuat makar terhadap organisasi negara selagi dia tidak bersentuhan dengan permasalahan-permasalah hukum. Plt akan berbuat baik baik saja dalam memimpin daerahnya sebelum menanti pilkada berikutnya. Lagipula plt adalah putra daerah yang dituntut bekerja keras entah dia orang dari partai politik atau dia orang professional (ASN).
- Kenapa pilkada harus segera dilaksanakan?
Nah, ini dia pertanyaan  yang sulit dijawab. Pemerintah didesak oleh cukong cukong oligarki kekuasaan yang menginginkan percepatan pilkada karena kalau tidak cukong cukong oligarki ini rugi besar karena selain terhenti usaha/proyeknya karena tidak adanya kepastian kepala daerah, juga dikarenakan biaya kontestan pilkada di danai oleh cukong-cukong pengusaha cukup besar sehingga untuk mengembalikan modal maka cukong-cukong harus mendapat proyek-proyek strategis dari kepala daerah.Â