Mohon tunggu...
Aras Atas
Aras Atas Mohon Tunggu... Editor - Penulis Muda

Literasi Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

"Memilih" (Sajalah) dengan Ikhlas

18 Januari 2019   17:03 Diperbarui: 18 Januari 2019   17:41 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: solopos.com

Saya mengikuti perdebatan hasil Debat Capres dan Cawapres tadi malam, melihat dan menyimak petikan-petikan status dari pendukung kedua paslon.

Menurut pendukungnya 02 WAW banget. Pun begitu 01 WAW sangat dimata dan telinga pendukungnya. Dari semalam saya baca status dan puja-puji dari para pendukung, hina-dina dari mereka² juga. Baik yang entah pendidikannya S1, S2, S3, sama saja culasnya, kalau tidak memuji ya merendahkan martabat orang.

Kata seniorku "Perihatin... tak ada bobot. Dijejali omong kosong dengan janji terlalu umum. Selamat datang kedunguan". Saya heran ini fatwa buat siapa kutanya. Ternyata soal debat Capres, kemudian kami berdialog mengenai debat semalam. Tapi saya tidak bisa berpendapat banyak karena tidak nonton siaran langsungnya. Alasannya tidak punya TV. "Bersyukurlah kamu karena tidak punya TV, tidak ikut bodoh dan dungu". Katanya lagi.

Saya malah jadi penasaran. Ketika TV tak punya, kuota internet dalam agenda irit, saya paksa cari WiFi gratisan, nonton siaran ulang tengah malam. Tidak sampai selesai sesi ke dua, setelah penyampaian Visi-Misi dari kedua Paslon, Saya putuskan pulang saja, "Benar kata seniorku aku tak harus ikut jadi dungu dan bodoh karena tontonan ini" harusnya senior itu menyimpulkan lebih "sadis" lagi, ini bukan karena tak cerdik memetik nilai-nilai positif dari debat itu.

Pada sesi penyampain Visi-Misi, kedua paslon jelas kehilanga arah pandangan mau apa dan cara apa untuk baiknya Indonesia ke depan. Tidak Ideologis, tidak strategis bahkan gambaran taktisnya tidak tersentuh sama sekali. Masuk Sesi 2 saya maunya bijak barang kali sesi ini akan bagus,, yaaaaaaahh malah ditontonin tari jaipongan ekpresi SalTing lantaran dipotong oleh moderator argumentasinya karena tidak pada Timingnya berbicara. 

Sesi dua bagi saya adalah sesi pembuka dari kedua paslon untuk saling menjatuhkan harga diri masing-masing. Karena kedua paslon sudah menahan diri sejak kemarin-kemarin yang hanya bisa saling serang lewat gaib (media massa).

Jokowi memulai sensifitas itu dengan melempar pertanyaan yang sebetulnya akan mantul pada dia dan Timnya. Pertanyaan tentang mantan Napi Korupsi itu bukan suatu masalah yang penting, harusnya keduanya sadar bahwa dari kedua partai yang mereka naungi sekarang sedang dijangkit penyakit kurup(si). Harusnya pertanyaannya bagaimana mereka menyelesaikan masalah partai-partai pendukung dari masing-masing karena pernah dan sedang dijangkit virus itu. Pada sesi ketiga saya putuskan pulang dari pada benar-benar menjadi dungu. Melihat status WA atau FB kawan-kawan lebih menarik untuk bahan tawaan.

Dan ternya benar, Status WA kawan-kawan saya lucu-lucu alias dungu dan bodoh. Ada yang tulis "Ini bukan pidado tapi paparan Visi-Misi". Ada lagi, yang merasa sedih karena melihat Cawapres 01, ciaaaahh baperan dia. Di FB lebih "gila" lagi, ada yang jelaskan kehebatan paslon 02 dalam beretorika karena tidak membaca teks. Pendukung 01 tidak kalah "gilanya", mereka anggap 01 telah mampu membungkam dan mempermalukan Paslon 02. Soal teks tidak jadi soal karena tidak menyalahi aturan. Anggapnya.

Kembali ke diskusi dengan Senior yang juga sebagai wartawan senior disalah satu Station Tv ternama di negeri ini. Yang katanya saya telah terselamarkan dari agenda pembodohan massal lewat tontonan debat semalam. Senior ini sedikit memberi gambaran bagaimana mestinya kedua paslon menjawab pertanyaan-pertanyaan debat. Berikut saya kutip sebagian percakapan kami:

"Misalnya soal bagaimana menjaga keragaman di negeri ini.

Jokowi bilang bahwa keragaman adalah sunatullah. Ini adalah modal dasar bangsa ini.. bla.. bla.. bla..

Prabowo bilang kita harus menghormati perbedaan. Tak boleh terjadi konflik karena perbedaan.. bla.. bla..

'Kalo aku, akan ku bilang, bangsa ini dibangun oleh kesepakatan purba dari sedemikian banyak suku dan golongan keyakinan. Pancasila menerjemahkan ini dengan membangun lembaga kebijaksanaan yang disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Saya akan merancang Musyawarah Nusantara yang rutin. Saya akan undang pimpinan adat, agama, dan golongan sosial lainnya untuk duduk bersama membahas persoalan strategis bangsa. Targetnya adalah melahirkan pemikiran2 bernas yg visioner.

Ini tidak hanya akan menyelesaikan persoala  perbedaan, tetapi juga bisa melahirkan rumusan2 jitu untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Memgambil hikmah kebijaksanaan masa lalu, dengan dihadapkan ke soal kekinian, untuk makin mendekatkan ke tujuan akhir bangsa ini".

Yang ingin saya jelaskan lewat ini adalah cara pandang. Bahwa kefanatikan para pendukung kedua paslon tidak mestinya terjadi. Akal sehat pun berbicara apa alasan kita untuk mau memilih salah satu dari paslon bila berkaca dari hasil debat semalam. Jika pun harus memilih ayolah 'pilih saja dengan ikhlas niatkan saja lillhahita'ala untuk kebaikan bengsa-negara' dalam artian kita sumbangkan suara kita (hak pilih) kesalah satunya dengan niat beramal (saleh), tanpa harus sertakan alasan-alasan hebat atau apalah dari keduanya yang menanbah sengitnya permusuhan. Memang memilih itu adalah hak asasi, tohk memilih untuk tidak memilih juga hak asasi kan?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun