Sejak sekolah kita sudah mempelajari ilmu Pancasila, Kewarganegaraaan dan perundang-undangan, bukan? Dalam pelajaran tersebut kita belajar bahwa Pancasila dan UUD 45 dibuat oleh Pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat, menyelenggarakan ketertiban, memberikan keadilan, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Disebutkan dalam UUD 45, pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi adalah Presiden. Tugas Presiden berkoordinasi dengan Kementrian dan Kemendagri untuk mengatur segala sesuatunya di pemerintahan pusat untuk disebarkan ke pemerintah daerah. Sayangnya, dalam pelaksanaannya masih banyak ketidak sinkronan antara peraturan pemerintah dan peraturan daerah sehingga menimbulkan banyak masalah di lapangan. Ancaman Perda-perda yang bermasalah disinyalir dapat merugikan masyarakat bila dibiarkan dan melemahkan Negara dalam penegakkan hukum ke depannya.
Faktor Pemicu
Menurut pendapat Presiden, banyaknya aturan bermasalah itu menyulitkan serta menghambat pengambilan keputusan. Terlebih saat ini kompetesi antarnegara semakin sengit saja dengan adanya MEA. Bagaimana mungkin kesejahteraan rakyat akan terwujud apabila perkembangan investasi dunia usaha yang membutuhkan legalisasi hukum masih dipersulit dengan berliku-likunya prosedur perizinan yang memakan waktu lama? Dengan latar belakang itulah maka Presiden meminta Kemendagri membuat kebijakan paket ekonomi dengan menghapus Perda yang menghambat birokrasi dan investasi.
Dalam kajiannya, Kemendagri menengarai ada sekitar 3 ribu Peraturan Daerah (PERDA) yang menghambat investasi dan pembangunan. Diduga Perda-perda tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, menghambat perizinan dan membebankan beragam tarif pada masyarakat. Tentunya, perda bermasalah itu juga berlawanan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah yang dianggap mampu meningkatkan mutu pelayanan daerah, daya saing, efektifitas kerja dan kesejahteraan rakyat.
Tindak Lanjut UU No. 23 Tahun 2014 Tentang PERDA
Dalam Bincang Media yang diselenggarakan Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesa (FAA PPMI) saya dan teman-teman dari Kumpulan Emak Blogger bersama Jurnalis hadir dalam acara tersebut. Bertemakan “Meninjau Perda Inkonstitusional, Mewujudkan Tata Kelola Pemerintah Yang Baik” acara berlangsung dengan suasana cair di Restaurant Bumbu Desa Cikini Jakarta, 5 Juni 2016 kemarin dengan mendatangkan Narasumber-narasumber dari Kemendagri, KPPOD dan DPR.
Menurut Kabiro Hukum Kemendagri Bapak Widodo Sigit Pudjianto, SH, MH, “UU No. 23 Tahun 2014 tentang PERDA ini memang sangat kontroversial karena meresahkan banyak pihak. Mulai dari pembuatnya, masyarakat hingga Pemerintah jadi kalang kabut.”
Menurutnya, ada tiga hal yang bisa menyebabkan pembatalan Perda yaitu apabila bertentangan dengan UU yang lebih tinggi contohnya KEPRES dan PP; mengganggu ketertiban umum sebagaimana tercantum dalam UU no. 23 tahun 2014 ; bertentangan dengan kesusilaan.
Adapun, rincian mengenai apa yang bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana dimaksud di atas adalah sebagai berikut :
- Terganggunya kerukunan antar warga masyarakat
- Terganggunya akses terhadap pelayanan public
- Terganggunya ketentraman dan ketertiban umum
- Terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan
- Kesejahteraan rakyat
- Dan atau diskriminasi terhadap SARA dan gender.
Beliau juga menyampaikan amanat dari Bapak Mentri yang selalu diingatnya, untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya masalah di kemudiah hari sebaiknya selalu cek dan ricek terlebih dulu sebelum keputusan dikeluarkan.
Ketidakkonsistenan Pemerintah Pusat
Sementara dari sudut pandang Bapak Supratman Andi Agtas, Kabid Reg Legislatif DPR mengatakan, “seharusnya jangan Perda dulu yang dihapuskan, tapi hapus dulu seluruh peraturan pemerintah maupun keputusan-keputusan mentri terkait yang menyangkut perundang-undangan.”
Menurutnya, terlalu banyak UU yang bertentangan dengan pelaksanaan. Contoh UU mineral dan batu bara tahun 2009 disebutkan bahwa Eksport material dilarang tapi dalam keputusan Mentri membolehkan hal itu. Katanya, Freeport dan Newmont merupakan bukti mereka melakukan eksport secara gencar. Hal ini merupakan salah satu hal ketidak konsistenan pemeritah.
Dipertegas olehnya, Pemerintah tidak pernah adil dalam memberi kesempatan pada daerah di luar Jawa dimana wilayahnya luas tapi penduduknya sedikit. Untuk pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut dibutuhkan supply dana kuat. Namun, sayangnya, supply dana turun mengacu dari banyaknya populasi penduduk bukan dari besarnya wilayah. Hal tersebut menyebabkan daerah tidak bisa berkembang dan memajukan wilayahnya kecuali dari pendapatan daerah saja mengingat UU No.23 tahun 2014 tadi menjabarkan mengenai kesejahteraan rakyat.
Alternatif Solusi PERDA Inskonstusional
Narasumber selanjutnya BapakRobert Endi Jaweng, Direktur Eksekutif KPPOD (Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah) memaparkan mengenai database PERDA KPPOD tahun 2001-2016. Dikatakan, selama lima tahun tersebut ada 5.560 PERDA dimana 507 PERDA telah dikaji dan ditemukan 223 PERDA direkomendasikan untuk direvisi bahkan dicabut dan 262 PERDA mengandung masalah.
Menurutnya, ada empat jenis PERDA bermasalah yaitu :
- PERDA Pajak
- PERDA Retribusi
- PERDA Ketenagakerjaan
- PERDA Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (TJSL)
Dipaparkannya, setiap daerah memiliki cirri yang berbeda-beda berdasarkan latar belakang karakter warganya sehingga pembuatan PERDA sebaiknya disesuaikan dengan wilayah tersebut. Beliau memberi satu contoh, berdasarkan PERDA kota Bekasi Karawang, kuota tenaga kerja wajib diberikan sebanyak 60 persen kepada warga lingkungan sekitar. Apabila tidak memenuhi maka perusahaan dapat diisi dari dalam wilayah kota Bekasi. Hal tersebut bertentangan dengan UU 13 tahun 2003 mengenai hak azasi bagi warga untuk bergerak kemanapun dan mendapatkan pekerjaan dan penghidupan secara layak.
Untuk itu beliau memberi rumusan tiga alternatif tindakan terhadap tingkat kebermasalahan suatu PERDA, yaitu :
- Hapus. Sebuah izin dihapuskan jika semua semua/sebagian besar kriteria dalam cek list deregulasi negative dan memiliki tingkat kebermasalahan tinggi.
- Gabung. Sebuah izin digabungkan jika kriteria (dua aspek relasi dengan izin lain)teepenuhi dan memiliki kebermasalahan yang cukup penting.
- Sederhanakan. Sebuah izin disederhanakan jika kriteria satu (aspek konten regulasi) terpenuhi. Cara penyederhanaan dapat dilakukan dengan menyederhanakan prosedur dan syarat dari izin yang bermasalah.
Mengingat masih banyaknya celah yang bisa dicari-cari para pemangku adat dalam pelaksanaan PERDA, secara garis besar Bapak Arteria Dahlan menyimpulkan, “apabila keputusan PERDA telah ditetapkan, seharusnya dipatuhi dan dilaksanakan. “
Hal senada juga disampaikan oleh pembicara terakhir, Bapak Gautama Adi Kusuma, MPA, Ph.D. Menurutnya, prinsip kehati-hatian dalam penerapan penghapusan PERDA bermasalah sebaiknya diperhitungkan perimbangannya dari berbagai sisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H