Ketidakkonsistenan Pemerintah Pusat
Sementara dari sudut pandang Bapak Supratman Andi Agtas, Kabid Reg Legislatif DPR mengatakan, “seharusnya jangan Perda dulu yang dihapuskan, tapi hapus dulu seluruh peraturan pemerintah maupun keputusan-keputusan mentri terkait yang menyangkut perundang-undangan.”
Menurutnya, terlalu banyak UU yang bertentangan dengan pelaksanaan. Contoh UU mineral dan batu bara tahun 2009 disebutkan bahwa Eksport material dilarang tapi dalam keputusan Mentri membolehkan hal itu. Katanya, Freeport dan Newmont merupakan bukti mereka melakukan eksport secara gencar. Hal ini merupakan salah satu hal ketidak konsistenan pemeritah.
Dipertegas olehnya, Pemerintah tidak pernah adil dalam memberi kesempatan pada daerah di luar Jawa dimana wilayahnya luas tapi penduduknya sedikit. Untuk pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut dibutuhkan supply dana kuat. Namun, sayangnya, supply dana turun mengacu dari banyaknya populasi penduduk bukan dari besarnya wilayah. Hal tersebut menyebabkan daerah tidak bisa berkembang dan memajukan wilayahnya kecuali dari pendapatan daerah saja mengingat UU No.23 tahun 2014 tadi menjabarkan mengenai kesejahteraan rakyat.
Alternatif Solusi PERDA Inskonstusional
Narasumber selanjutnya BapakRobert Endi Jaweng, Direktur Eksekutif KPPOD (Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah) memaparkan mengenai database PERDA KPPOD tahun 2001-2016. Dikatakan, selama lima tahun tersebut ada 5.560 PERDA dimana 507 PERDA telah dikaji dan ditemukan 223 PERDA direkomendasikan untuk direvisi bahkan dicabut dan 262 PERDA mengandung masalah.
Menurutnya, ada empat jenis PERDA bermasalah yaitu :
- PERDA Pajak
- PERDA Retribusi
- PERDA Ketenagakerjaan
- PERDA Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (TJSL)
Dipaparkannya, setiap daerah memiliki cirri yang berbeda-beda berdasarkan latar belakang karakter warganya sehingga pembuatan PERDA sebaiknya disesuaikan dengan wilayah tersebut. Beliau memberi satu contoh, berdasarkan PERDA kota Bekasi Karawang, kuota tenaga kerja wajib diberikan sebanyak 60 persen kepada warga lingkungan sekitar. Apabila tidak memenuhi maka perusahaan dapat diisi dari dalam wilayah kota Bekasi. Hal tersebut bertentangan dengan UU 13 tahun 2003 mengenai hak azasi bagi warga untuk bergerak kemanapun dan mendapatkan pekerjaan dan penghidupan secara layak.
Untuk itu beliau memberi rumusan tiga alternatif tindakan terhadap tingkat kebermasalahan suatu PERDA, yaitu :
- Hapus. Sebuah izin dihapuskan jika semua semua/sebagian besar kriteria dalam cek list deregulasi negative dan memiliki tingkat kebermasalahan tinggi.
- Gabung. Sebuah izin digabungkan jika kriteria (dua aspek relasi dengan izin lain)teepenuhi dan memiliki kebermasalahan yang cukup penting.
- Sederhanakan. Sebuah izin disederhanakan jika kriteria satu (aspek konten regulasi) terpenuhi. Cara penyederhanaan dapat dilakukan dengan menyederhanakan prosedur dan syarat dari izin yang bermasalah.
Mengingat masih banyaknya celah yang bisa dicari-cari para pemangku adat dalam pelaksanaan PERDA, secara garis besar Bapak Arteria Dahlan menyimpulkan, “apabila keputusan PERDA telah ditetapkan, seharusnya dipatuhi dan dilaksanakan. “
Hal senada juga disampaikan oleh pembicara terakhir, Bapak Gautama Adi Kusuma, MPA, Ph.D. Menurutnya, prinsip kehati-hatian dalam penerapan penghapusan PERDA bermasalah sebaiknya diperhitungkan perimbangannya dari berbagai sisi.