sektor properti di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sektor properti mengalami kontraksi yang cukup tajam pada tahun 2020, dengan pertumbuhan sektor konstruksi turun menjadi -2,2% pada triwulan II 2020, dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mengalami pertumbuhan positif. Penurunan permintaan properti diikuti dengan stagnasi harga properti, terutama pada sektor perkantoran dan pusat perbelanjaan yang mengalami kesulitan akibat pembatasan sosial dan perubahan pola kerja (work from home). Banyak pengusaha dan konsumen menunda keputusan investasi, sementara masyarakat lebih mengutamakan investasi aman, seperti emas dan tabungan, akibat ketidakpastian ekonomi.
Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang signifikan terhadapKebijakan LTV yang Lebih Longgar
Salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan Bank Indonesia untuk merangsang pemulihan sektor properti adalah pelonggaran aturan Loan-to-Value (LTV). Bank Indonesia (BI) mengubah ketentuan LTV untuk KPR pada tahun 2020 dengan memperlonggar persyaratan uang muka (DP) untuk kredit pemilikan rumah (KPR). Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pembelian properti, terutama di segmen rumah pertama (low-cost housing) dan menengah. Menurut Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia, kebijakan ini penting untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pembiayaan properti dan mempercepat pemulihan sektor properti yang terkena dampak pandemi. Beliau mengatakan, "Pelonggaran kebijakan LTV menjadi salah satu upaya kami untuk menggerakkan kembali sektor properti dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor yang berbasis pada konsumsi dan investasi ini" (Warjiyo, 2021).
Gambar tersebut menunjukkan grafik Non-Performing Loan (NPL) untuk berbagai sektor kredit di Indonesia dari 2020 hingga 2024. Pada tahun 2024, sektor properti di Indonesia tetap menjadi kontributor signifikan terhadap perekonomian dengan kontribusi sekitar 12% terhadap PDB. Hal ini menunjukkan peran sektor properti yang sangat penting meskipun tantangan pasca-pandemi masih ada. Sektor perumahan, yang didorong oleh pembiayaan KPR dan KPA, mencatatkan pertumbuhan tahunan 6,83% pada kuartal pertama 2024, meskipun sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya (BPS Statistics Indonesia, 2024).
Penurunan Non-Performing Loan (NPL) di berbagai sektor kredit antara 2020 hingga 2024 menunjukkan perbaikan signifikan dalam pengelolaan kredit yang dapat mendukung pertumbuhan sektor properti. Sektor Hilirisasi, Perumahan, dan Pariwisata & Ekraf mengalami penurunan NPL, yang mencerminkan pengelolaan kredit yang semakin baik dan pemulihan sektor-sektor tersebut pasca-pandemi. Penurunan NPL ini memberikan alasan kuat untuk melonggarkan kebijakan Loan-to-Value (LTV), terutama di sektor perumahan, guna mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mempermudah akses pembiayaan properti.
Sektor properti juga berperan penting dalam penciptaan lapangan kerja dan penerimaan pajak. Pada periode 2022-2023, sektor ini menyerap tenaga kerja sebanyak 13,8 juta orang per tahun dan menyumbang sekitar 9,26% dari total penerimaan pajak pemerintah pusat (Bisnis.com, 2024). Pelonggaran kebijakan LTV bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas kepemilikan properti tanpa menyebabkan overheating pasar dan menjaga stabilitas keuangan, sejalan dengan upaya Bank Indonesia.
Dalam konteks kebijakan ekonomi Indonesia di era pemerintahan Prabowo Subianto, penghapusan utang menjadi fokus utama. Pengelolaan utang yang lebih baik dan penekanan pada disiplin fiskal diharapkan dapat menurunkan beban utang negara, yang selama ini dapat membatasi kemampuan sektor-sektor, termasuk properti, untuk tumbuh secara optimal. Kombinasi dari kebijakan pengelolaan utang yang efektif dan pelonggaran kebijakan LTV dapat mendorong pertumbuhan sektor properti secara lebih stabil dalam beberapa tahun mendatang, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan (BPS Statistics Indonesia, 2024; Bisnis.com, 2024).
Pelonggaran kebijakan Loan-to-Value (LTV) pada sektor properti Indonesia, yang mulai diberlakukan lebih luas pada tahun 2024, memiliki dampak positif terhadap pemulihan pasar properti, terutama pada segmen rumah pertama dan menengah. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2024, permintaan untuk properti residensial, terutama rumah tapak, menunjukkan tren positif meskipun ada tantangan ekonomi global. Misalnya, pada kuartal pertama 2024, sektor properti mengalami peningkatan yang didorong oleh kemudahan akses pembiayaan melalui kebijakan LTV yang lebih longgar, yang memberi kesempatan lebih besar bagi masyarakat untuk membeli rumah dengan cicilan yang lebih terjangkau. Transaksi properti residensial tercatat mengalami kenaikan, meskipun lebih moderat dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Kontribusi terhadap Ekonomi Domestik
Sektor properti menjadi salah satu pilar utama pemulihan ekonomi Indonesia pada 2024. Sektor konstruksi yang dipengaruhi oleh properti mengalami pertumbuhan yang signifikan, dengan data dari BPS menunjukkan pertumbuhan sekitar 3,6% pada kuartal II 2024. Sektor ini juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja, dengan lebih dari 5 juta orang bekerja di sektor konstruksi dan properti, serta berdampak positif pada sektor terkait seperti bahan bangunan dan jasa keuangan. Kebijakan LTV turut mendukung penciptaan lapangan kerja baru, sementara program stimulus dari pemerintah dan Bank Indonesia semakin mempercepat pemulihan ekonomi domestik melalui peningkatan konsumsi dan aktivitas properti yang lebih intens.