Air mata Dira menetes mengingat berapa umur ayahnya saat itu. Dira ingat betul umur ayahnya berapa saat mendaftarkannya kuliah. Saat itu 2012 beliau berumur 68 tahun. Bukan lagi usia yang ideal untuk memikirkan pendidikan anak bukan? Pikir Dira sejenak.
Ayah Dira merupakan salah satu veteran pejuang RI. Beliau salah satu pahlawan tanpa nama dan jabatan yang mungkin tidak tertulis di buku sejarah. Bahkan dipusaranya juga tidak ada bambu runcing dan bendera merah putihnya meski beliau ikut berjuang disaat kondisi negara ini belum stabil. Piagam penghargaan masih ada dirumah Dira, menjadi kenang-kenangan betapa sang ayah merupakan seorang ksatria di negeri ini.
******
Jangan tanya kenapa di usia serenta itu masih memiliki anak gadis yang masih harus di sekolahkan. Ya, karena jaman dulu belum marak slogan 2 anak cukup. Dira terlahir dengan 5 bersaudara, Dira merupakan anak bungsu.Â
"Kupersiapkan kadoku"
Dira berusaha menyelesaikan skripsinya secepat mungkin, ujian skripsi akan dilaksanakan bulan juli mendatang. Saat ini masih bulan Juni, masih ada cukup waktu untuk Dira menyelesaikan bab yang belum kelar. Dira bersemangat sekali mengerjakan setiap babnya. Dira ingin memberikan kado cinta ini kepada orang tuanya terutama sang ayah tercinta.Â
Karena kesibukan menyelesaikan skripsi Dira menjadi jarang pulang, biasanya sebulan sekali dia pulang. Dengan motivasi yang kuat Dira ingin wisuda gelombang pertama di bulan september. Dan memberikan kado manis ini kepada sang ayah.
Namun, kabar buruk itu datang. Sang Ayah gagal nafas, koma dan akhirnya dipanggil yang maha kuasa.
Semua yang telah Dira rencanakan buyar seketika. Skripsi terbengkalai, bayang-bayang wisuda mulai pudar. Tak ada semangat lagi melanjutkan kuliah.
Dira terpuruk dengan keadaan ini. Dalam batinya  "ya allah, kenapa engkau panggil ayahku secepat ini?"
*********