'REKA PERTANYAAN YANG MENGGELITIK DIANTARA MASYARAKAT DAN PENDIDIK'
       Â
Oleh Diah Trisnamayanti, S.S.
Guru Bahasa Inggris - SMK MedikaCom Bandung
Sebelum ada Kurikulum Merdeka, masayarakat pendidik dikuatkan dengan kurikulum 13 dan kurikulum 2004. Banyak masyarakat berasumsi bahwa tiap ganti presiden, ganti menteri maka akan diganti pula kurikulum yang digunakan. Pendidikan tetap saja seperti ini.
Sebenarnya "Perubahan Kurikulum itu, perlukah?" reka pertanyaan ini justru menyeruak di masyarakat sampai dengan sebahagian para pendidik. Hal itu menggelitik keingintahuan saya, apakah kurikulum itu memang perlu diubah atau tidak?
"Kurikulum merupakan titik awal sampai dengan titik akhir pengalaman belajar murid. Kurikulum itu kompleks dan multidemensi" kata-kata ini disampaikan oleh Itje Chodijah yang membuat saya sontak merenungkan kembali. Apakah saya sudah memberikan pengalaman belajar yang diharapkan oleh murid-murid saya?
Di satu masa, saya hanya membantu murid saya sedikit yaitu dengan menuliskan beberapa kosa kata yang dibutuhkan murid ketika dia harus melewati pembelajaran yang terkait pelajaran bahasa Inggris. Murid itu menanyakan "Apakah Bahasa Sunda itu termasuk dalam "language" atau hanya sekedar "dialek" saja?" Padahal saya mengajar Bahasa Inggris. Dia mengungkapkan pertanyaan tersebut kepada saya dengan gayanya dalam bahasa Inggris.
Jujur; saya berterimakasih pada murid saya yang menanyakan hal ini. jawaban saya waktu itu adalah Bahasa Sunda bukan "dialek" tetapi " language" yang memiliki akar kata dan perkembangan kata menjadi kalimat dan seterusnya -- disampaikan dalam bahasa Inggris pula -- membuktikan bahwa murid bisa berkomunikasi aktif jika kita mampu mengimbangi apa yang dia butuhkan.
Perkembangan pembelajaran yang sangat mendalam tentang konteks dari murid yang antusiastik ketika mendalami informasi apa yang disebut bahasa dalam kurikulum merdeka membuat saya kembali merenungkan semua perilaku, perkataan dan perbuatan dari masyarakat satuan pendidikan yang dapat mempengaruhinya berpikir sedemikian itu.
Didasari oleh hal tersebut di atas kiranya, saya perlu banyak mengembangkan potensi mereka. Tetapi ada beberapa kendala yang akan membuat saya terhenti untuk membantu mereka mengembangkan potensi diri mereka mencapai yang mereka mampu yaitu bila saya hanya mengerjakan sendiri.
Seperti yang telah disampaikan Ibu Itje Chodijah di atas, kurikulum itu kompleks dan multidimensi definisinya. Oleh karena itu, aksi nyata yang saya dapat lakukan dengan berkolaborasi antara teman guru satu fase untuk membicarakan hal yang membuat murid nyaman dan bersedia untuk berkembang proses berpikirnya. Pasti perkembangan mereka tidak seperti yang saya bisa duga, lebih melesat dan menggembirakan.
Daya dukung stakeholder di satuan pendidikan, keluarga, organisasi dan masyarakat dalam lingkungan dimana murid berada tentu akan memudahkan perkembangan murid menjadi lebih berguna bagi sekitarnya dengan segala pengalaman pembelajarannya sehingga pembentukan dirinya sebagai pembelajar sepanjang hayat dan berkesinambungan akan dapat dirasakan lebih menyeluruh di dalam keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, Pengembangan kurikulum yang dirancang oleh satuan pendidikan pastilah berhubungan dengan keluarga, masyarakat dan sekolah sebagai lingkungan dimana murid tinggal dan belajar. Â Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran dapat menyesuaikan dengan kebutuhan murid dan perkembangan zamannya.
Itulah mengapa pendidikan, yang menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak (murid-murid) perlu terus menerus berubah agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai tujuan hidupnya di masa depan. Para pendidik diupayakan untuk mengikuti perkembangan zaman agar dapat mengimbangi kebutuhan murid di masanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H