Dinamika pendidikan di Indonesia kerap kali memunculkan berbagai model dan  strategi yang memompa kreatifitas seorang guru di dunia pengolah sumber daya manusia ini.
Berbagai pilot projek digulirkan, banyak pola pikir yang berubah. Tetapi masih cukup banyak garapan kurikulum merdeka yang hanya menyentuh sampai di kulit ari saja. Sebagai pengajar bahasa di sebuah sekolah vokasi swasta, jujur saja, resapan ilmu dari kurikulum merdeka itu hanya terserap pada orang-orang tertentu yang memang perduli dengan perubahan pendidikan Indonesia yang sangat mengkhawatirkan. Kebanyakan mereka yang memahami berada di sekolah menengah umum (SMA; baca) bukan sekolah vokasi. Meski tidak sedikit saat ini, sekolah kejuruan yang mulai bergeliat untuk menggunakan Kurikulum Merdeka. Bukan karena "Trend" sesaat, tetapi lebih karena itu dapat menguntungkan sekolah dalam mengelola pembelajaran.
Betul! guru tidak lagi banyak dituntut membuat administrasi pembelajaran, yang lumayan "ngemos dana" jika kita tercatat sebagai guru honor swasta dan berada di wilayah kabupaten/kota madya. Ternyata, tetap saja sebagai pengganti administrasi; kita harus menambah ilmu sendiri dengan  mengikuti berbagai zoom meeting; biayanya  mulai voucher murah sampai dengan ratusan ribu agar internetnya tidak buruk, tergantung geografi wilayahnya. Perjuangan teman-teman guru jelas tidak kecil. Untuk menumbuhkan kreatifitas sendiri agar dapat  ditularkan pada siswa-siswinya membutuhkan energi serta asupan ilmu yang tepat selain membaca, memirsa; sudah pasti diskusi tentang masalah keseharian siswa, perilaku dan perkembangan informasi psikologi bahkan keilmuan lainnya.  Â
Bila kita berbicara tentang kreatifitas guru, tentunya itu dapat digali melalui diskusi, membaca bahkan melatih dalam berbagai komunitas pendidikan yang banyak memberikan contoh-contoh baik. Kemampuan guru di kurikulum merdeka dengan platform merdeka belajar dan mengajar; ternyata bukan hanya kreatifitas menelaah materi menyenangkan saja yang harus diserap guru, tetapi dibutuhkan juga kemampuan mengatur pembelajaran dan mengatur siswa dalam kelas. Â
Kurikulum merdeka yang dijalankan di tahun pelajaran sekarang di sekolah kami pada awalnya sangat "messy" atau berantakan meskipun pelatihan diberikan beberapa hari sebelum pencanangan untuk menyamakan persepsi kurikulum merdeka yang akan dijalankan oleh semua guru.
 Setelah berjalan kurang lebih setengah tahun, bukan tambah baik. Tetapi kembali seperti semula, artinya berjalan semua sendiri-sendiri tidak tergabung dalam sebuah kolaborasi program yang bisa menguatkan satu dengan yang lain. Saya saat ini hanya berpikir apakah benar pola pikir yang saya miliki dalam mengaktualisasi kurikulum merdeka atau saya salah memahami pendekatannya, khususnya di bidang bahasa asing? Atau memang para guru kurang waktu untuk menggali lebih banyak tentang bagaimana mengaplikasi pemikiran dalam kurikulum merdeka? Waktu adalah jawaban yang tepat. Itu hanya pengalaman sedikit dari sekolah kami. Di sekolah lain mungkin berbeda.
Bahasa asing "Inggris" di kurikulum 13 terpisah dari program jurusan sementara di kurikulum merdeka ternyata masuk dalam program jurusan sebagai pendukung materi produktif. Guru bahasa dan guru produktif memang harus berkolaborasi kuat. Setidaknya ada indikasi program yang diaktualisasi menggunakan bahasa tertentu setelah kami -- kumpulan guru bahasa Inggris di sekolah vokasi dimana kami mengajar -- bersepakat bahwa tiap jurusan dalam sekolah vokasi harus mengajarkan bahasa sesuai kebutuhan produktif saja. Beberapa teman dari produktif pun memberikan saran hanya pada batas: membaca alat-alat produksi, memahami konsep yang diberikan dari industri seperti cara penggunaan mesin dan menjalankannya. Dalam pertemuan terpisah seorang pengawas guru bahasa bahkan memberikan dukungan untuk membuat buku panduan bahasa Inggris bagi sekolah vokasi yang saat itu memang belum ada. Sayangnya sampai dengan saat ini yang baru kami capai adalah mengeksplorasi apa yang diberikan Industri untuk dipelajari. Tetap saja, ada perubahan mindset para guru untuk menghasilkan output yang berkualitas. Jelas perlu ada perencanaan yang matang dan konsisten untuk mengaktualisasi kerumitan di lapangan.
Perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak tidak bisa dibuat dalam waktu yang singkat, tapi kebutuhan mendesak dalam pembelajaran sementara buku pegangan sebagai referensi pembelajaran dianggap kurang sehingga kesepakatan diantara guru bahasa asing "Inggris" di sekolah kami adalah membuat semampu guru dalam bentuk modul terkait dengan apa yang akan disampaikan sebagai dasar pembelajaran agar dapat dihubungkan dengan kebutuhan kerja di Industri dan pola berpikir efektif yang mudah dipahami dalam membangun usaha sesuai jurusan yang diambil. Ini belum bekerja sama dengan program jurusan. Setelah mendapat pengarahan kesekian kali, kami (guru bahasa Asing "Inggris") meyakinkan diri untuk memperbaiki perencanaan sesuai kebutuhan program jurusan. Kami tetap bergerak begitupun guru mata pelajaran yang lain.
 Tiga bulan pertama, kelas X kurikulum merdeka masih belajar materi secara umum kebahasaan. Guru bahasa yang mengampu program vokasi perlu melakukan pertemuan lanjutan agar kesulitan di tiap program bisa teratasi. Tiga bulan berikutnya sebelum mengakhiri semester ganjil di tahun pelajaran itu, pergerakan pembelajaran mengarah pada pengenalan dasar- pembuatan karakter gim untuk guru produktif, sementara guru bahasa Asing mengenalkan karakter, sifat, sikap, cara pandang, alur cerita bahkan setting dan latar belakang cerita meski tetap masih dalam standar dasar. Ini khusus untuk siswa yang belajar rekayasa perangkat lunak dan gim.  Bagaimana dengan jurusan lain?
Pada dasarnya sama, hanya ada yang berbeda dalam materi produktif. Itulah masalah terbesar bagi sekolah menengah kejuruan saat ini. Â Kreatifitas guru untuk semua mata pelajaran di sekolah vokasi benar-benar diuji ketika sumber informasi yang akurat terkait pembuatan gim, desain web, pembuatan obat tradisional dan modern, perbaikan motor, perawatan mesin, kreasi hidangan bergizi, pengaturan keuangan lembaga, Seni kriya, seni desain komunikasi visual, Interior dan eksterior disain, Industri kefarmasian, Industri penerbangan harus diupayakan sesuai dengan koridor Industri masih belum terlihat keterkaitan diantaranya.
Terkadang Industri sendiri belum tentu merekrut semua siswa dari jurusan tertentu untuk bekerja di perusahaannya, kecuali mereka yang terampil. Terlepas dari rumitnya hubungan antara sekolah menengah kejuruan dengan dinas terkait dan Industri, pembelajaran harus terus berlanjut alias "Life is going on". Menciptakan manusia terampil, perlu latihan di lapangan yang memadai dengan alat bantu yang cukup pula. Tapi sebagai guru, kita juga harus peka tentang kemampuan sekolah dalam pembiayaan terhadap keberlangsungan pembelajaran dengan segala daya dukungnya.
Oleh karena itu, pembelajaran dimulai dengan strategi pengenalan materi, pencarian informasi dan referensi tentang materi produktif, pendalaman 1 dan penguatan ide dasar penemuan, tindakan profesional, langkah-langkah produksi, penanganan, dan analisis masalah di lapangan. Platform kurikulum merdeka setidaknya membantu guru untuk mejalankannya di lapangan. Diskusi yang diberikan Kemedikbud Republik Indonesia dalam platform itu pun bisa memberikan pencerahan meskipun belum seribu persen tercerahkan.
Pengertian kurikulum merdeka untuk saya dan beberapa teman adalah kebebasan guru mengambil strategi apa saja ketika pembelajaran, setidaknya pasti akan bertemu dengan pembelajaran yang berdeferensiasi. Â Untuk menghadapi hal seperti ini, Â modul memang dibutuhkan tetapi bukan satu-satunya jawaban dari permasalahan tersebut. Di lapangan, kerumitan itu pasti ada tanpa mengurangi keinginan terus bergerak untuk memajukan pembelajaran yang berkualitas sehingga menciptakan sumber daya yang dapat diterima masyarakat. Sumber daya yang tidak hanya memiliki nilai yang harus dipahami tetapi dijalankan sesuai kodratnya "manusia" maka perlu diperbaiki langkah dan analisa dasar yang sudah terkumpul diawal pembelajaran untuk mengemas model dengan ciri-ciri sumberdaya yang dikeluarkan. Â
Akhir dari perjalan kurikulum merdeka ini tergantung dari individu guru yang mengampu dan kolaborasi diantara siswa dan pengelola sekolah dalam mengemasnya. Pilihan menjadi guru bagi sebahagian profesional mungkin dianggap cukup mudah, tetapi ketika berada di lapangan pengendalian diri dalam berperilaku tidak bisa menjadi sebuah platform baku yang ternyata sulit untuk diwujudkan aktualisasinya. Platform merdeka belajar dan mengajar yang dibentuk tersebut bukan sebagai aturan otoriter dan terkesan politis sehingga semua harus dikerjakan dengan sempurna. Platform merdeka belajar dan mengajar cukup menjadi penguat guru mengerakan diri untuk lebih maju  mengubah cara pandang manusia Indonesia saat ini mencapai siswa berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H