Mohon tunggu...
Diah Sarithi
Diah Sarithi Mohon Tunggu... Lainnya - Man Jadda Wa Jada

Celoteh_LiterasiDi30

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Stop Overthinking!

12 Maret 2024   08:15 Diperbarui: 12 Maret 2024   08:22 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Baik Ma, Zaza usahakan melakukan apa yang Mama bilang. Makasih ya Ma. Tuturku merasa lebih tenang.

              Setelah seminggu berlalu, keadaan udara semakin memburuk disebabkan kabut asap yang semakin tebal dan hal itu menggoyahkan pertahanan imun dalam tubuhku. Gejala-gejala saluran pernapasan mulai meresahkan diriku untuk fokus mengerjakan soal-soal studi kasus tahapan ke dua dalam seleksi kegiatan Volunteer, Pengabdi Muda. Gatal tenggorokan yang mulai meradang membiarkan batuk terus bernyanyi sepanjang akal mulai berpikir keras untuk menjawab soal-soal studi kasus yang cukup menguras energi. Melihat ada notif dari Instagram Pengabdi Muda tentang perpanjangan waktu dalam pelaksanaan tahapan ke dua, aku memutuskan untuk mengerjakan soal berikutnya esok hari. Menjelang sore, keadaanku semakin memburuk. Sesak pada dadaku semakin parah yang mengantarkan aku masuk ke ruang IGD untuk diberikan penanganan pertama. Setelah mendapatkan penanganan dan pemeriksaan X-Ray, aku dimasukkan ke ruang ICU untuk mendapatkan penanganan medis yang lebih intensif. Hari-hari ku lewati begitu menjenuhkan, aku tidak menyadari bahwa diri ini sudah lama mendekam di ruang kaca yang dingin namun indera perabaku merasakan hal yang berbeda, rasa panas dan gatal-gatal yang sering ku rasakan.

              Tiba di hari ke sebelas, jasad ini sudah lelah dan mulai pasrah pada keadaan yang dialami, hati kecilku berbicara dan memohon kepada Sang Pemilik Diri "Ya Rabb, Engkau Zat Pemilik Diriku. Aku berserah diri kepadaMu. Aku serahkan hidup dan matiku hanya kepadaMu ya Rabb." Lalu kembali berzikir dalam diamku. Waktu makan siangpun tiba, aku sangat senang menantikan waktu itu, rasa senang itu bertambah ketika melihat Ibu yang ku rindukan ada di dekatku menyuapi dan menemani sampai tidak ada makanan yang tersisa selain buah merah menggoda yang sangat manis. Setelah gigitan ke dua buah itu, aku tidak mengetahui apa yang terjadi. Hanya ada ketenangan di dalam kamar dengan suasana lampu yang sudah dimatikan dan aku tertidur lelap sangat lama. Di dimensi nyata, simbol pada layar monitoring telah berubah garis lurus berwarna merah, semuanya diselimuti kesedihan yang mendalam dan derai tangis dari orang-orang yang kusayangi. Beberapa perawat berlarian menuju ruanganku, melihat jasad ini kejang-kejang didekapan Ibu. Salah satu perawat memasangkan sebuah alat pemompa oksigen ke dalam mulutku, tangannya terus memompa sampai perutku membuncit. Di luar ruang kaca, tampak Ibu dan Bu Livi berdiri terpaku melihat sekujur tubuh ini sudah pucat pasi bagaikan orang yang sudah tidak bernapas lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun