Kota Solo, 2 Maret 2023. Malam itu, Solo masih bergelut dengan hujan. Begitupun saya. Masih membolak-balik buku-buku tebal untuk menatah tugas yang harus segera saya rapikan.
Tanpa saya duga, notifikasi dari Bu Muthiah Alhasany mengisi ruang kosong hp saya saat itu.Â
'Non, aku mau ke Solo'Â begitu padat pesan tertulis. Tentu saja bagai pelangi yang saya tunggu sehabis hujan. Ya, layaknya sebuah peribahasa, putjuk dirindu, cinta pun tiba. Hmm...kekira begitu saja. Kalau kata-kata saya beraroma lebih romantis, nanti ada yang baper habis. Ehe ehe ehe.
Kaki saya melangkah melewati pintu parkir sebelah selatan Masjid Raya Sheikh Zayed. Ya, saya harus menunggu di pintu parkir karena saya tidak ingin memaksakan diri masuk ke dalam. Saya paham sebagus apa pun itu, masjid tersebut adalah tempat ibadah.Â
Bagaimana pun juga, kita harus menghormati setiap peraturan yang berlaku. Hya pa ndak, Kawan?Â
Jadi, cukuplah bagi saya menunggu di pintu parkir yang cukup lega. Siang menawan matahari bersinar terik di atas ubun-ubun Solo. 40 menit telah terlewat begitu saya melirik jam digital di sudut kiri atas hp saya.
Sambil duduk menunggu teman-teman yang sedang beribadah sholat dzuhur, saya mengagumi bangunan megah yang dana pembangunannya konon menghabiskan kurang lebih Rp 300 miliar. Wew... what a dazzling!
Sebuah bangunan megah yang sedari awal dibangun memberi kesan bagi saya dan berjuta warga untuk memasukinya. Suatu hari nanti.Â
Bukan karena FOMO, tapi memang ada begitu banyak hal unik yang menarik dari masjid yang replika Sheikh Zayed Grand Mosque di Abu Dhabi, UEA. Meskipun saya bukan muslim, tetapi ada beberapa sekat, ruang, selasar, bahkan indahnya lanskap langit-langit ruang ibadah, bahkan lantai bangunan ini yang memukau visual korteks saya dan beribu warga lain.
Tak usah panjang lebar lagi. Yuks kita mulai menelusuri selasar masjid yang benar-benar bikin adem ini, Saudarakuh. So, cekidot!
#Masjid Syeikh Zayed pada Malam Hari
Masjid Raya dengan daya pikat luar biasa tersebut hadir sebagai lambang persahabatan antara negara Indonesia dengan Uni Emirat Arab. Berdiri begitu megah, Masjid Raya ini berada di Jalan Ahmad Yani No. 128, Gilingan, Banjarsari. Tak ayal, lahan seluas kurang lebih 8000 meter persegi (dikutip dari laman detiknews.com) bekas Depo Pertamina disulap dengan luar biasa menjadi bangunan cantik nan menarik.
Masjid Raya tersebut memang benar-benar anyar. Lebih tepatnya, baru boleh digunakan untuk keperluan umum mulai tanggal 28 Februari 2023 yang lalu. Benar-benar gres!
Memiliki 4 menara setinggi 75 meter dan kubah megah setinggi 65 meter pada bangunan utamanya seakan mengikrarkan bangunan anggun yang satu ini memang dirancang sebagai hadiah terbaik pun menjadi sebuah simbolik indahnya ketulusan persahabatan.
#Peresmian Langsung oleh Presiden UEA
Masih teringat pada saat itu. 14 November 2022. Mulai malam hari sebelumnya, Solo dijaga ketat dengan protokoler khusus.
Ya, lewat berbagai sumber berita, kami masyarakat Solo terutama beberapa anak-anak sekolah bahkan diajak untuk menyambut tamu kehormatan yang akan rawuh ke kota ketjil kami.
Bahkan para guru di setiap sekolah mulai kalang kabut mencari bendera negara Uni Emirat Arab seukuran 60 x 90 cm. Bendera-bendera kecil itu serasa "hilang" dari peredaran langit Solo.Â
Dengan seremonial sederhana, Pangeran Mohhamed Bin Zayed Al-Nahyan, Presiden Uni Emirat Arab meresmikan masjid raya usai menunaikan ibadah sholat bersama Presiden Joko Widodo di masjid yang pada waktu itu sebenarnya belum jua rampung dibangun.
Peresmian yang begitu ringkas. Hanya sebatas penandatanganan prasasti oleh Presiden UEA dan Presiden RI, kemudian dilanjutkan dengan doa bersama, lalu penanaman pohon sala di depan masjid. That's all? Ya. Hanya sesederhana itu.Â
Pengamanan protokoler berlapis-lapis tidak memungkinkan para warga untuk melihat dari jarak dekat. Well, engga seperti pada saat Pak Jokowi rawuh ke Solo. Kami masih bisa berdesakan meskipun hanya sekadar "salim" dan sedikit cekrak cekrek foto bareng (itu kalau diperbolehkan, ahahay).
Tampak pula pada saat itu beberapa pejabat negara yang "berjejal" ria menyambut kedatangan Sang Pangeran UEA. Anda tentu tidak membayangkan bila banyak suara helikopter menderu serasa terbang di atas ubun-ubun kami, saat itu. Ya, begitulah.Â
#Fasilitas Umum di Masjid Raya Sheikh Zayed Solo
Masih penasaran dengan selasar cantik dan ruangan menarik di Masjid Sheikh Zayed? Begitu pun saya. Namun, sekali lagi, karena fungsi utama bangunan ini adalah untuk beribadah, maka sudah barang tentu peraturan terkait tata cara dan sopan santun harus diutamakan.
So, saya sempat mengulik dari beberapa laman dan kanal berita (bukan aplikasi kecanggihan AI lho, nggih) saya mencoba menghadirkan keindahan ruangan lain selain ruang ibadahnya.
Selain area penunjang ibadah yang jauh lebih ramah terhadap kebutuhan umat, masjid ini pun memiliki satu ruang perpustakaan yang tentu saja kaya akan khasanah ilmu pengetahuan.Â
Diharapkan para jemaah bukan hanya datang dan mengagumi kemegahan arsitektur bercorak timur tengah.Â
Lebih dari itu, para jemaah diajak untuk memperkaya ilmu dan wawasan lewat buku-buku yang tersedia pada ruang perpustakaan Masjid Raya.Â
Nah begitulah sekilas yang benar-benar sekilas saja gambaran unik dari Masjid Raya teranyar di kota Solo.
Satu saja yang saya sayangkan. Sembari menunggu teman-teman lain yang masih beribadah di dalam masjid, saya melihat satu kebiasaan ironis. Kebiasaan yang selalu saja saja temui hampir di setiap tempat wisata yang pernah saya kunjungi.Â
Tolong dicatat. Tempat wisata.Â
Sedang kita semua pasti paham. Masjid bukanlah fasilitas umum tempat wisata. Fungsi utama masjid adalah sebagai tempat ibadah. Bukan tempat buang sampah sembarangan, bukan wahana cekrak cekrek sekehendak pengunjung.Â
Sayangnya, meskipun dijaga ketat oleh berpuluh petugas keamanan yang tak jemu menyuarakan kerjasama dari pengunjung, namun rasa-rasanya kebiasaan NARSIS masih menjadi tabiat yang mulia warga negara wakanda.Â
Mulai membuang sampah sembarangan, berfoto ria tanpa mengindahkan larangan menginjak rumput. Oh, maaf kata, saat menunggu di pintu parkir selatan saya sempat melihat seorang bapak sedang mengambil gambar dengan menginjak taman dengan sembarangan. Hadew. Tobyaaat....sayang saat itu bebarengan dengan saat saya mengambil gambar ilustrasi di atas. Sungguh!
Lhah ya itu lho. Jangankan edukasi previlege yang kayaknya adalah domain orang khayah, hla wong latihan membuang sampah di tempat sampah aja susyah.
Eala, iya. Ada satu lagi yang tertinggal.Â
Lepas 40 menit lebih sekian detik saya melepas tunggu di pintu parkir selatan, sebagian dari teman-teman CLICK Goes To Jogja dengan intensi menunggu saya yang clungak clunguk mencari halaman Gereja Pantekosta Isa Al-Masih Sola Gratia. Ya, ternyata gereja tersebut hanya berdiri tepat di depan Masjid Raya Sheikh Zayed.
Bukan untuk beribadah di sana (karena saya umat Nasrani). Melainkan karena ada pertemuan indah yang ingin kami bangun bersama. Bukan hanya persahabatan dan rasa keluarga di balik segala huruf dan susunan kata di dunia maya.
Satu pelukan hangat menyatukan langkah kami. Matur sembah nuwun, telah hadir di kota Solo, Bu Muthiah Alhasany, dan kawan-kawan Click Goes to Jogja. Akhirnya perut kerocongan membawa otak emosi saya membajak rasionalitas.
Saya beserta tiga kawan dari Click Goes to Jogja tersesat hingga ke Mojosongo. Aduh, nyuwun pangapunten, nggih. Namun, ternyata ketersesatan tersebut membuahkan berkah tersendiri. Kami bertemu driver ojol yang baik hati mengantar berkeliling Solo.Â
Melewati beberapa tempat yang tentu saja karena desakan waktu hanya mampu kami nikmati sambil lalu. Seperti monumen keris, jembatan kali Pepe (konon sebagai pusat pelabuhan kaum Tionghoa yang melarikan diri dari genosida peristiwa Muara Angke) yang megah, Balekambang yang masih dalam proses revitalisasi, dan uniknya Omah LÃ¥wÃ¥, bagunan estetik tinggalan kolonial Belanda.Â
Hmm, hingga akhirnya kami menemukan warung makan Tenda Biru. Tempat teman-teman mengenal es gempol pleret dan masakan peranakan Jawa-Belanda: selat Solo.
Mungkin benar apa yang dikatakan para bijak. Yang juga penting dalam sebuah perjalanan bukan hanya proses perjalanan itu sendiri atau destinasinya. Namun, hadirnya teman yang bersama-sama menemani perjalanan kita hingga mencapai tujuan perjalanan kita.
Sampai jumpa kawan-kawan Click Goes to Jogja. You are so wonderful. Saya nantikan kembali kunjungan teman-teman ke tempat lain di kota Solo.
Sampai jumpa...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H