Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar Artikel Utama

Imlek 2574: Grebeg Sudiro di Tahun Kelinci Air, Tradisi Unik Cita Rasa Autentik

27 Januari 2023   13:47 Diperbarui: 28 Januari 2023   08:44 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lampion kelinci air di depan klenteng Tien Kok Sie, pasar Gede | Dokumentasi pribadi 

"Hujan begitu lamat melumatku; sehebat bebat ingat: tentangmu" 

Begitulah caption pada salah satu akun media sosial saya. Ketika itu pelataran Pasar Gede telah dipadati pengunjung. Tak ingin usaikan waktu dalam kesia-siaan, kaki saya mulai melangkah ke sebelah selatan Tugu Jam Pasar Gede Surakarta. 

Grebeg Sudiro. 

Mengulik perhelatan autentik yang satu ini, sama halnya kita bicara mengenai prototipe dari swarm intelegence. Sebuah kecerdasan sosial yang lahir dari kesadaran berempati. 

Bila Anda pernah pergi ke Solo, maka Anda pasti tahu kota kelahiran Presiden RI Joko Widodo ini  bukanlah sebuah kota besar. Luas kota Solo hanya 46,72 km² dengan jumlah penduduk di tahun 2021 mencapai 522.728 jiwa versi Badan Pusat Statistik.

Pada era awal abad 20, Surakarta mulai berkembang menjadi kota yang sarat multikultur, multietnis, multiagama. Perbedaan antar kelompok sosial inilah yang seringkali memunculkan gesekan konflik. 

Konflik kecil yang seringkali muncul di antara masyarakat Solo mudah tersulut bahkan tanpa ada alasan yang jelas. Begitu rentannya gesekan sosial inilah yang kemudian membuat Surakarta tumbuh sebagai kota dengan label "kota bersumbu pendek". Betapa muram dan legam label tersebut bagi kami.

Seakan tak mampu hilang dari serat ingatan warga Solo betapa gelapnya langit kota Solo dan sekitarnya saat peristiwa Mei 1998. (Beberapa rentetan peristiwa nyata Mei 1998 bisa dibaca pada: Mei 1998: Solo, Mimpi yang Tak Pernah Dirindukan).

Semenjak awal kehadiran masyarakat Tionghoa di Surakarta pada tahun 1745 di daerah Kartasura, Pakubuwono II telah mengakomodir kebutuhan tempat tinggal bagi mereka di area Pasar Gede, Coyudan, dan Sudiroprajan. 

Namun demikian, nampaknya warga Sudiroprajan memiliki potensi kesadaran kolektif yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun