Grebeg Sudiroprajan bukan hanya sebagai simbol kebersamaan dan kolaborasi. Namun, kehadirannya memberikan warna tersendiri dalam pergumulan konflik sosial.
Grebeg diambil dari istilah Jawa. Yaitu perayaan besar sebagai ucapan syukur atas sebuah peristiwa penting. Sedang Sudiroprajan merupakan kawasan pecinan yang menjadi salah satu incaran kebrutalan anarkisme rasis pada tragedi Mei 1998 di kota Surakarta.
Meskipun pada tahun 2007 perayaan ini sempat mendapat penolakan mengingat kondisi traumatik beberapa warga pasca kejadian Mei 1998, namun pada akhirnya grebeg tetap menjadi pilihan terbaik selaku dialog antar kelompok.
Sudiroprajan mencoba menghadirkan kembali nuansa tradisi masyarakat Tionghoa melalui sederet acara saat grebeg berlangsung. Sedangkan puncak dari Grebeg Sudiroprajan adalah berlangsungnya prosesi pawai dan pembagian apem China atau lebih terkenal dengan kue keranjang.
Tanpa banyak kata lagi, mari kita kulik beragam tradisi grebeg secara singkat, wokay?
#1 Barongsay atau Barongsai
Sebagai contoh produk akulturasi tersebut adalah barongsay. Kata "barong" berasal dari bahasa Jawa yang bermakna topeng. Sedangkan "say" atau "sai" diyakini merupakan cara pengucapan masyarakat Jawa yang menginduk dari kata "shī" pada kata 狮子 dari bahasa China yang merujuk pada arti singa. Meskipun pada faktanya di Tiongkok, penamaan barongsai tidak pernah ada.
Selain nama dan pengucapan, beragam ritual barongsai merujuk pada kebiasaan masyarakat Jawa memulai ritual doa sebelum pertunjukan kesenian seperti reog, jathilan, ataupun topeng ireng.