Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ternyata PR Tidak Selalu Membentuk Karakter Anak, Anda Percaya?

23 November 2022   16:15 Diperbarui: 24 November 2022   10:50 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlu kita sadari sebagai orang tua, bahwa sudut pandang permasalahan sebenarnya bukan hanya dari penyajian materi PR. 

Atau kita juga mencoba menerapkan berjuta tricks yang kadang tidak sesuai dengan kemampuan kognisi anak. Lah memangnya anak kita bahan percobaan? Cobaan hidup sudah cukup berat, Pakbapak, bukibuk, uncle, onti sekalian. 

Dilema tentang PR dan ujian sekolah ini juga berkaitan dengan pemahaman fase belajar anak. 

Pada umumnya anak-anak usia di bawah 9 tahun, seberapa sering dan seberapa banyak pun kita meminta mereka menghafal kalimat-kalimat dan atau rumus rumit kodifikasi bilangan, mereka akan menghafalkan. Memori semantik mereka akan menyimpan semua data tersebut. 

Mau membuktikan? Bila anak Anda sedang di bawah 9 tahun, mintalah mereka menghafal perkalian antara 1-10. Mereka akan menghafalkannya dengan cepat. Ndak perlu "otak tengah diaktifasikan" (btw, isu aktivasi otak tengah ini sih hoaks). Ndak perlu juga "otak genius". 

Balik lagi, kenapa anak-anak mempunyai kemampuan lebih untuk menyimpan memori daripada orang dewasa?

Pada umumnya, setiap anak dengan kondisi otak yang normal, mempunyai kapasitas neuroplasticity yang lebih tinggi daripada orang dewasa. 

Neuroplastisitas merupakan kemampuan otak untuk menerima informasi baru yang memungkinkan seseorang untuk mempunyai paradigma baru yang ia percaya memenuhi kebenaran. Dengan kemampuan ini maka seseorang dapat beradaptasi dengan lingkungan meskipun selalu ada hal-hal baru. 

Kemampuan neuroplasticity dipengaruhi pula oleh banyaknya dendrit --yaitu jari-jari akson--pada sel saraf dalam otak individu. Pada bayi dan anak lebih banyak kemungkinan untuk menumbuhkan dendrit tersebut daripada orang tua. Sehingga, anak lebih mudah untuk belajar hal-hal baru. Termasuk menghafal dan memaksimalkan memori implisit.

Lalu bagaimana cara belajar anak pada usia di bawah 8-9 tahun?

Menelusuri jelajah perkembangan otak pada anak, adalah sangat penting bagi kita mengenal jejak perkembangannya mulai dari semenjak janin dalam rahim sang ibu.

Tapi tunggu dulu. Seperti biasa, saya beri disclaimer. Tidak akan ada tips & tricks pada artikel ini. So, kalau mau berhenti menyimak sampai di sini atau langsung scroll bawah, ya monggo saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun