Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mistisisme dalam Bingkai Neurosains

23 September 2022   20:11 Diperbarui: 24 September 2022   08:08 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga sekarang, kemampuan otak si pengambil keputusan (lobus frontal), banyak dipengaruhi oleh emosi dan memori kita. Maka bukan hal aneh bila seringkali otak emosi menguasai otak rasional kita.

Manusia lebih kerap menggunakan otak emosi dari pada otak rasional. Setelah otak emosi membuat keputusan, kemudian otak rasional bekerja. Apakah ini baik bagi kita? Well, memang ada beberapa manfaat yang dapat kita ambil dari mekanisme otak ini.

Namun, otak rasional bukan hanya dibutuhkan untuk mencari pembenaran atas keputusan emosi kita dalam hidup bersosial. Dalam hidup bermasyarakat otak rasional akan lebih dibutuhkan untuk membuat keputusan dari pada otak emosi, bukan?

Wokay, next! Saya juga pernah menyinggung dalam artikel yang lalu tentang betapa pentingnya sistem neuron cermin atau mirror neuron.

Sistem neuron cermin merupakan sekumpulan neuron yang aktif bekerja saat kita melakukan gerakan imitasi dari orang lain. 

Dalam faset lain, mirror neuron juga akan "menyala" saat kita mengasosiasikan pengalaman orang lain pada perilaku kita. Saat itulah otak kita menghubungkan dua perilaku tersebut secara bersamaan.

Okay. Yang menjadikan sistem neuron cermin menjadi lebih menarik adalah kajian riset para ahli saraf lewat neuroimaging. Area Borca yang merupakan pusat bahasa pada otak pun tak luput mendapatkan perhatian. Dan, yaps! Di area ini pun didapati sistem neuron cermin.

Seperti yang telah saya sampaikan pada artikel yang lalu bahwa sebagian besar perilaku kita merupakan reaksi atas informasi yang merupakan hasil tangkapan indera. Kemudian diolah oleh otak sensorik sebagai stimulan.  

Otak kita mengasosiasikan fenomena alam maupun segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita dengan melibatkan emosi. Seperti misalnya, pada penggunaan frasa banjir yang mengamuk, gunung yang sedang marah, langit yang bersedih, dan seterusnya, dan seterusnya.

Narasi-narasi tersebut pada masa pra sejarah kemudian berkembang menjadi pemujaan terhadap benda-benda tak hidup. Sehingga memunculkan animisme sebagai kepercayaan awal.

Seperti pernah saya singgung dalam artikel neuron cermin yang lalu bahwa otak bekerja bukan untuk mencari apakah informasi yang datang kepada kita adalah benar atau salah. Tetapi otak meyakini apa yang kita percayai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun