Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Anak Mengunyah dan Menghisap Benda Bukan Makanan, Apa Ini Normal?

1 September 2022   11:34 Diperbarui: 6 September 2022   09:42 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bayi sedang memasukkan benda bukan makanan ke dalam mulut. Sumber: Colin Maynard/unsplas.com

Hai Parents,...

Beberapa hari yang lalu, keponakan saya bertandang ke rumah. Usianya bakal 3 tahun di bulan Oktober mendatang. Selain menggemaskan dengan tingkah lakunya, saya sangat senang melihat pertumbuhannya yang kian hari kian bertambah bongsor.

Saya masih ingat, dulu saat dia berumur 1 tahun. Pada usia tersebut sering kami jumpai dia memungut lalu memasukkannya ke dalam mulut segala benda-benda di sekitarnya. 

Kadang mainannya, guling, ujung baju hangatnya, yang paling membuat ibunya sering kalang kabut, benda yang berdebu pun dimasukkan ke dalam mulutnya. Itu mengapa saya juga sering berpesan agar ayah ibunya selalu waspada. 

Karena...

Ups! Sebelum melanjutkan artikel ini, mungkin ada beberapa dari Parents yang sedang merasakan hal yang sama. Bila Parents menemui kesamaan tanda pada perilaku anak maka sebaiknya konsultasikan kepada ahli kesehatan yang berlisensi.

Wokay, markicek, markinjut...

Tahukah Parents bahwa pada usia kurang dari 2 tahun acapkali kita dapati anak memasukkan benda-benda yang bukan makanan ke dalam mulut. Seperti tanah, abu, mainan, kain, tissue, kertas, dan lain sebagainya.

Mengapa mereka melakukan ini? 

Dalam perkembangan kognisinya, anak di bawah 2 tahun masih menggunakan indera sebagai alat pembelajaran. Anak pada usia ini akan menggunakan oral sensory mereka untuk mengidentifikasi segala yang ada di lingkungan sekitarnya. Ini yang disebut sebagai oral sensory seeking.

Anak akan mulai mempelajari apakah benda tersebut hangat, dingin, keras, ataukah lunak. Bahkan pada umumnya, mulut menjadi mata kedua bagi anak di bawah 2 tahun.

Ini adalah hal yang alamiah. Anak-anak di bawah 2 tahun menyukai aktivitas mengunyah. Bahkan mengunyah segala benda yang seharusnya bukan menjadi makanan mereka. Beberapa dari mereka melakukan aktivitas ini adalah untuk menemukan kenyamanan. Ya, maka bukan hal yang aneh bila anak pada usia tersebut sangat senang menghisap kempeng atau jempol mereka.

Bagi anak-anak pada usia di bawah 2 tahun memang masih menggunakan oral sensory sebagai cara untuk mengenal "dunia" di sekitar mereka. 

Hanya saja bagi kita, orang dewasa pada umumnya, tentu saja memakan benda-benda yang bukan seharusnya menjadi makanan mereka bukanlah hal yang lazim dan tidak sehat,bukan?

Dalam masa proses tumkem (tumbuh kembang) anak kita juga perlu memperhatikan pertumbuhan gigi anak. Aktivitas menghisap dan mengunyah benda-benda bukan makanan juga dilakukan anak-anak seiring dengan bertumbuhnya gigi susu mereka.

Untuk keperluan ini sudah pasti, dong kita sebagai orang tua membiasakan anak rajin cek kesehatan ke dokter gigi ya, Parents.

Perilaku ini pun tak jarang berlanjut di kalangan anak-anak di atas usia 2 tahun, bahkan pada remaja hingga dewasa. Mereka suka sekali memasukkan jempol mereka, atau senang menggigit kuku jari, pangkal pensil (ada siswa saya yang hingga usia 11-12 tahun). Ada pula yang  memasukkan rambut dalam mulut mereka.

Nah, sekarang bagaimana bila aktivitas ini berlanjut pada anak di atas 2 tahun, bahkan pada usia dewasa ? Normalkah perilaku tersebut? Lalu apa yang sebenarnya terjadi?

Acapkali timbul pula pertanyaan dari para orang tua:

'Nih kalo perilaku kayak gini nih sehat ga sih dalam masa tumkem (baca: tumbuh kembang) anak saya?'

Yuks Parents, kita berkenalan dengan apa yang disebut sebagai sensory overload pada anak-anak.

Bila mengunyah dan menghisap benda bukan makanan adalah hal yang dianggap banyak dilakukan oleh anak di bawah 2 tahun, maka aktivitas tersebut bukan lagi sebuah kelaziman bagi anak di atas 2 tahun.

Seperti kita tahu, bahwa pada umumnya otak kognisi akan berkembang sesuai pertambahan usia. Namun pada beberapa kasus, anak-anak bahkan orang dewasa masih saja mengunyah dan menghisap benda bukan makanan.

Bagi mereka yang terdiagnosa secara medis memiliki sensory processing disorder (SPD), aktivitas menghisap dan mengunyah benda bukan makanan merupakan aktivitas yang mendatangkan ketenangan.

Mengapa? Otak kita aktif bekerja untuk menemukan kenyamanan dalam aktivitas sehari-hari. Begitu pula pada saat otak kerepotan melakukan processing sewaktu menerima terlalu banyak informasi. Maka aktivitas mengunyah atau menghisap benda bukan makanan dan atau non nutrisi akan menimbulkan efek nyaman.

Dengan demikian menghisap dan mengunyah benda bukan makanan akan mendatangkan kenyamanan? Yap, betul. Ini merupakan self control bagi mereka yang tidak memiliki coping mechanism yang tepat. Yaitu upaya seseorang untuk mengelola stres.

Coping mechanism berkaitan pula dengan coping skill, kemampuan seseorang untuk meredakan atau meregulasi emosi saat menghadapi stres. Juga mengecilkan emosi yang sedang intens saat stres melanda, sehingga seseorang dapat memberikan respon atas situasi yang sedang terjadi.

Orang tua dapat melatih coping mechanism pada anak dengan melakukan  olahraga bersama anak sesuai kemampuan anak. 

Ilustrasi pentingnya kebersamaan dengan anak | via unsplash.com @jacob owens
Ilustrasi pentingnya kebersamaan dengan anak | via unsplash.com @jacob owens

Atau dapat juga menulis jurnal, menggambar, bermain bersama secara intens (dalam artian orang tua benar-benar ikut ambil bagian dalam aktivitas bermain tersebut), mendendangkan lagu sebagai penenang, dan aktivitas distraksi lainnya.

Meskipun SPD tidak tercatat dalam DSM-5 ataupun ICD-11, namun banyak ahli kesehatan menemukan fakta bahwa memang ada perilaku SPD baik pada anak maupun dewasa. 

Nah, daripada kita self diagnose yang ga ada gunanya, tak lelah saya mengingatkan pentingnya kita datang berkonsultasi kepada ahli kesehatan yang terkait. Dalam hal ini bisa juga kita datang ke psikolog klinis.

Lanjut, yes...

Beberapa anak di atas usia 2 tahun bahkan orang dewasa ada yang memiliki perilaku mengunyah dan menghisap benda bukan makanan dan atau non nutrisi. Seperti puntung rokok, koin, kertas, benang wol, kain, atau bahkan tanah.

Tidak jarang saya juga menjumpai salah seorang siswa remaja masih memiliki kebiasaan menggigit pensilnya setiap kali mendapat materi yang sulit. Sehingga alat tulisnya kerap kali rusak.

Salah satu diagnosa medis pada kondisi di atas adalah Pica Syndrome.

Pica Syndrome dalam DSM V termasuk dalam kategori Feeding and Eating Disorder. 

Dimana, seseorang mengonsumsi benda bukan makanan dan atau non nutrisi secara kontinyu dengan frekuensi lebih dari satu bulan. Benda bukan makanan dan atau nutrisi tersebut dapat berupa abu, bedak, rambut, tanah, karet, besi, sabun, bisa juga es batu.

Pica Syndrome juga merupakan salah satu penyerta pada gangguan kesehatan lain, seperti autisme dan retardasi mental (intellectual development disorder).

Nah, sepertinya saya sudah menulis terlalu panjang. Semoga artikel ini mampu memberikan gambaran bahwa ada perilaku pada anak-anak pun sangat penting bagi perkembangan kognisi dan pertumbuhan kedewasaan mereka. So, mari lebih peduli pada anak-anak di sekitar kita.

Perilaku mengunyah dan menghisap benda bukan makanan dan atau non nutrisi memang melatih motorik anak. Akan tetapi perilaku ini seringkali membahayakan fisik anak. 

Pada banyak peristiwa, perilaku ini akan menimbulkan luka pada bagian tubuh tertentu. Misalnya saja ruam pada mulut. Dapat pula berakibat tidak fokus si anak  sewaktu aktivitas belajar baik di kelas maupun di rumah.

Nah, bagi Parents yang mungkin belum dapat mengendalikan perilaku tersebut, jangan ragu untuk datang pada ahli kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan anak. Biasanya para terapis akan melakukan terapi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak.

Tak lupa lagi dan lagi saya ingatkan, untuk tidak melakukan self diagnose. Diagnosa ditujukan supaya para ahli dapat membuat keputusan mengenai treatment yang tepat bagi pasiennya. Diagnosa bukan hanya untuk kepo-kepoan, yha.

Wokay. Selamat bertumbuh dan berkembang bersama anak-anak.

Salam sehat, salam sadar.

Penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun