Mengapa demikian? Kebohongan patologis dianggap tidak dapat terdeteksi dengan jelas. Bahkan selama ini kebohongan patologis telah menjadi perdebatan panjang di kalangan ahli kejiwaan.Â
Di sisi lain, pada beberapa dekade terakhir banyak ahli menyepakati bahwa kebohongan patologis menjadi gejala penyerta pada beberapa jenis gangguan mental.Â
Seperti halnya disebutkan dalam kitab DSM V, beberapa gangguan mental tersebut antara lain seperti, borderline personality disorder, antisosial, atau bisa juga narcisistic personality disorder.
Seseorang dengan perilaku kebohongan patologis akan melakukan kebohongan demi kebohongan terus menerus secara berulang. Bahkan kebohongan tersebut dilakukan tanpa sadar.Â
Namun ada pula individu dengan perilaku kebohongan patologis akan melakukan kebohongan dengan tujuan tertentu. Misalnya saja, demi meningkatkan keberhargaan diri.Â
Kondisi Tubuh Saat Kita Melakukan Kebohongan Berulang
Baiklah. Mari sedikit kita intip sedikit, apa yang terjadi pada sistem syaraf otak  ketika kita berbohong untuk tujuan keuntungan pribadi kita.Â
Masih dari studi yang sama, Dr. Thali Sharot (University College London Experimental Psychology) melakukan penelitian mengenai kondisi tubuh pada saat kita melakukan kebohongan.Â
Salah satu bagian otak yang seringkali saya angkat di setiap artikel saya, amygdala, yakni satu bagian otak bersebelahan dengan hippocampus, yang mengatur emosi kita.Â
Salah satu tugas amygdala adalah mengawasi apakah informasi yang kita tangkap dari aktivitas indera kita berbahaya bagi diri kita atau tidak.Â
Apabila ada sesuatu yang oleh amygdala ditangkap sebagai hal yang membahayakan, maka amygdala akan memberikan sinyal negatif agar tubuh kita berwaspada.Â
Begitu pula pada saat kita pertama kali melakukan kebohongan yang bertujuan untuk memberi keuntungan bagi diri kita, amygdala akan bekerja secara aktif.Â