Menurut sebuah studi yang saya ambil dari Journal of Intercultural of Communication Research (2016) ditemukan bahwa alasan terbesar seseorang berbohong adalah karena ingin menutupi kesalahannya (22%). Wow... Jadi ingat Adam and Eve in Eden.Â
Selain itu, ada yang berbohong dengan alasan ingin menumbuhkan self impression (8%), ada pula karena alasan untuk mendapatkan manfaat dari orang lain dalam hal materi (16%) atau immateri (15%), ada pula yang berbohong hanya ingin menjadi humoris, lalu ada pula untuk kepentingan altruistik, demikian halnya seseorang melakukan kebohongan karena tidak ingin menyakiti orang lain.Â
Dari semua alasan-alasan yang muncul, ada dua alasan yang menarik perhatian saya. Ada 7% dari keseluruhan 448 responden tersebut adalah mereka yang berbohong tanpa disertai alasan atau motivasi apapun. Bahkan bukan untuk keuntungan mereka sendiri. Sementara 2% diantaranya berbohong karena alasan patologis.
Apaan Sih Pathological Lying?Â
Nah, apakah itu pathological lying? Yuk kita sediliki kulik sedikitÂ
Pathological lying (Kebohongan Patologis) merupakan kebohongan yang dilakukan secara kompulsif. Seringkali tanpa didasari alasan apa pun.Â
Jadi begini, saudara. Aktivitas obsesif merupakan pikiran yang meskipun secara sadar kita mengerti sangat mengganggu dan tidak kita sukai, namun keberadaannya tidak mampu kita tekan, lupakan, maupun hilangkan.Â
Sebagai respon dari pikiran obsesif akan timbul reaksi atau tindakan kompulsif. Yaitu tindakan secara berulang karena adanya dorongan yang sangat kuat dalam diri kita.Â
Kebohongan patologik lebih dikenal sebagai pseudologia fantastica atau biasa juga disebut sebagai mythomania.Â
Pada masa yang lalu kebohongan patologis ini masih dianggap sebagai gangguan mental sebagaimana tertuang dalam dalam DSM III.Â
Namun dalam perkembangannya, kini kebohongan patologis bukan berdiri sebagai diagnosa gangguan kesehatan mental, baik menurut ICD X maupun DSM V.Â