Demikian pula aktivitas perdagangan masyarakatnya. Kali Pepe merupakan kanal dagang bagi masyarakat Tionghoa.Â
Dalam perkembangannya, fungsi Kali Pepe sebagai jalur transportasi semakin ditinggalkan. Pengaruh kemajuan alat dan jalur transportasi darat berimbas pada mangkraknya anak-anak Sungai Pepe.Â
Tingginya tingkat pertambahan penduduk di area Sudiroprajan dan Lojiwetan memaksa Kali Pepe lambat laun dialihfungsikan sebagai saluran pembuangan limbah industri maupun warga sekitar.Â
Walhasil, terjadi penumpukan sampah dan munculnya bau tak sedap serta berubahnya warna air kali Pepe. Munculnya permasalahan banjir pun kemudian disinyalir bukan hanya disebabkan oleh backwater di area bendung saja.Â
Fakta kemuraman Kali Pepe yang dibanjiri dengan sampah penduduk merupakan protret kematian fungsi sungai sebagai salah satu alat mitigasi banjir.Â
Upaya giat para aktivis LSM penggagas lingkungan dan Pemkot Surakarta pun tak kunjung henti mengingatkan para warga, namun semua seperti angin lalu saja.Â
Hingga akhirnya pada 3-4 tahun yang lalu campur tangan dari Kementrian PUPR memaksa para penghuni bantaran Kali Pepe untuk hengkang dari rapatan rumah di atas tebing bantaran Kali Pepe.Â
Normalisasi Sungai Pepe di bagian hilir mulai dari Bendung Karet Tirtonadi hingga di daerah Sangkrah ternyata membuat perubahan besar bagi penduduk sekitarnya.Â
Paling tidak dengan adanya penguatan tebing kali dan penataan deret rumah penduduk di bantaran kali lebih menambah asri pemandangan. Bersamaan dengan  itu, berfungsinya kembali sungai sebagai alat drainase diharapkan mampu menampung keresahan warga akan bahaya banjir.Â
Sungai Pepe bagian Bendung Karet Tirtonadi pun tak luput dari perawatan. Proses revitalisasi Bendung Karet Tirtonadi pun terpasang melintang sungai Pepe guna menaikkan tinggi muka air. Gate panel berbahan dasar baja tersebut dipasang dengan ketebalan 16 mm dan tinggi 305 cm saat pembendungan.Â