Sehingga pada penerapan sehari-hari banyak kita jumpai anak-anak yang sering berbantah (back talk), tidak terjalin relasi sesuai apa yang kita harapkan.Â
Kemudian muncul problematika anak mulai dari anak kesulitan belajar, kesulitan memahami angka dan bahasa, motivasi belajar anak menjadi menurun, anak cenderung dependen, merasa minder dan tertutup.Â
Ditambah lagi dengan semakin berkembangnya kasus kenakalan remaja seperti tingginya angka tawuran, seks bebas, anak terlibat dalam narkoba, miras, kebut-kebutan, dan masih banyak yang lain lagi.Â
Selain karena adanya pencarian jati diri (alasan yang seringkali mereka pakai), dalam hal ini peran orang tua dan sekolah sangat mendapat perhatian khusus.Â
Interaksi antara anak dan lingkungan sangat dipengaruhi oleh seberapa jauh intensitas kelekatan yang diberikan orang tua kepada anak dalam masa pengasuhan.Â
Tidak dapat dipungkiri bahwa memang banyak orang tua yang "kebingungan" untuk memberikan edukasi yang tepat kepada anak.Â
Bukan karena abai, mungkin juga orang tua telah berusaha menyediakan waktu yang tepat untuk anak. Namun yang terjadi adalah kurang pahamnya orang tua pada perkembangan kognitif anak, sehingga edukasi yang diberikan justru tidak tepat sasaran.Â
Kecerdasan dari Sisi FisiologisÂ
Beberapa orang tua di luar sana masih menggunakan pola pikir konvensional. Mereka beranggapan bahwa edukasi hanya melulu terletak pada perkembangan IQ anak.
Sehingga suksesi anak-anak hanya diukur dalam rupa angka prestasi di sekolah atau seberapa tinggi prestasi kegiatan informal. Itu tidak salah, namun bukan sepenuhnya benar juga, parents.
Pada kenyataannya, suksesi pendidikan di negeri kita ini pun hanya berdasarkan pada angka. Prestasi seakan hanya dinilai dari sisi angka kuantitatif.Â