Bahkan ketika aku mendengar tunanganku ingin menceraikan aku dengan diam-diam, aku pun tak mampu mencegahnya. Ia berhak melakukannya. Toh anak ini bukan buah dagingnya. Salah apa dia?Â
Tapi, tidak! Ia adalah lelaki yang mampu menjaga kehormatan wanita. Ia yang sekian mil mau berjalan dalam kehidupanku. Bersamaku. Ia adalah tangan kepercayaan Tuhan bagiku.Â
Itu cukuplah bagiku.Â
Dan bayi yang lahir ini, andai saja kau di sini. Andai saja kau tahu bayi yang begitu mungil ini.Â
Aku mungkin tak bisa merayakan hari lahirnya dengan mewah. Aku hanya wanita sederhana.Â
Suamiku tidak cukup kaya untuk menyewa atau memesan kamar mewah setara ruang VVIP atau hotel mewah bintang lima. Tidak.Â
Lihat, bayi ini memang berbaring di palungan. Hanya tempat air minum ternak yang mungkin juga penuh air liur domba dan ternak lain si pemilik tempat ini.Â
Bayiku telah lahir. Di sini. Tempat yang jauh dari kata layak. Ia tertidur pulas dalam balutan kain lampin yang khusus kubawa, sama seperti yang dikatakan penubuat itu.Â
Bila saja kau melihatnya... Tertidur begitu manis dalam kehangatan lampin dan tumpukan jerami kering.Â
Ini lebih dari cukup bagiku. Bertemu Sang Imanuel.Â
Cukuplah bagiku.Â