Masa pandemi bukan masa yang mudah bagi semua orang, terlebih bagi anak-anak. Seolah mereka adalah korban yang tersudut antara kesehatan dan pendidikan.Â
Kultur belajar secara daring ternyata tidak serta merta dan dalam waktu yang segera mampu menggantikan sistem pembelajaran secara tatap muka.Â
Selain kondisi fisik yang rentan terkena paparan virus covid-19, anak-anak menjadi bagian dari sebuah masa transisi budaya, di mana dalam perkembangan kognitifnya, "terpaksa" harus beradaptasi dengan lingkungan yang terkesan membatasi keleluasaan eksplorasi pada masa pembelajaran mereka.Â
Tentu saja ini bukan hal yang mudah.Â
Meningkatnya masalah kesehatan mental anak selama PJJ berlangsung
Apa yang selama ini telah dirancang sedemikian rupa oleh para ahli ternyata masih saja mengguratkan beban mental tersendiri bagi para pelaku pendidikan. Baik itu siswa, guru, maupun orang tua.Â
Beragam kendala seakan menjadi batu sandungan bagi para siswa maupun pengajar. Mulai dari kepemilikan fasilitas pembelajaran, paparan sinyal yang tidak merata, cara penyampaian materi, dan faktor-faktor lain yang kemudian menjadi kendala dalam PJJ.
Meski demikian, anak-anak masih saja dituntut untuk saling berkompetisi mendapatkan prestasi yang terbaik. Seakan orang tua ingin memenuhi kebutuhan anak dalam masa pencarian jati diri mereka.Â
Padatnya jadwal les ini les itu mengiringi saat-saat tidak nyaman selama pembelajaran via daring.Â
Dan inilah alasan orang tua yang seringkali saya dengar,Â
"Biar ada kegiatan gitu lho, Miss."