Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Teori Konspirasi: Belajar Ini Dulu Sebelum Percaya Hoaks

5 Agustus 2021   07:26 Diperbarui: 5 Agustus 2021   23:13 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: bagaimana berita bohong mempengaruhi opini publik | Sumber unsplash.com/Kayla Velazques

Beberapa ahli berpendapat bahwa manusia cenderung memilih jawaban yang lebih mudah dan lebih cepat karena ingin menghemat energi. Seseorang akan lebih memilih menjawab pertanyaan dengan menggunakan intuisi daripada harus mengurai permasalahan sedetailnya. 

---

Masa Pandemi ternyata bukan hanya memberikan tilas jejak yang suram bagi masyarakat. Apa yang menjadi kekuatiran para ahli dan pemerhati kesehatan mental terjadi secara nyata. 

Sering terdengar bebas berita-berita bohong menyelinap melalui beragam metode yang diduga sebagai kendaraan bergemanya hoaks di antara masyarakat luas. 

Berita tentang virus covid-19 hanyalah isapan jempol belaka, bahwa virus tersebut tidak nyata keberadaannya, bahwa dalam vaksin yang disuntikkan ada chip yang ditanam sehingga kita nantinya secara mudah dapat dimonitoring pihak tertentu, dan masih banyak berita-berita yang terkesan begitu meyakinkan. 

Hmmm.... Menyoal berita "miring" tersebut, saya jadi teringat tentang sebuah teori yang membungkus fenomena ini, saudara. 

Sudah barang tentu, kali ini pun saya tidak akan membedah secara spesifik salah satu hoaks dari sekian banyak berita yang beredar di masyarakat. 

Terlepas kendaraan atau metode apa pun yang digunakan, berita bohong--untuk selanjutnya saya sebut sebagai hoaks--dihembuskan, pada realitanya hoaks terasa lebih gurih untuk disantap daripada penjelasan ilmiah. Mungkin juga lebih gurih dari gulai kepala ikan, saudara.... 

Manusia Butuh Sebuah Kepastian

Pada dasarnya secara alamiah manusia cenderung membutuhkan kepastian. Itu natural. Ya, kita memang membutuhkan jawaban atas ketidakpastian yang ada dalam kehidupan ini. 

Hidup dalam kondisi yang tidak pasti membuat kita merasa tidak nyaman, kita merasa tidak mempunyai kontrol atas situasi yang sedang terjadi, sehingga kita merasa tidak aman dalam menjalaninya. 

Kay.... Seorang ahli psikologi dari Universitas Kent, Karen M. Douglas beserta dua rekannya mengunggah sebuah fenomena bergulirnya hoaks dalam jurnal Curent Direction of Psychological Science dengan judul The Psychology of Conspiracy Theories. 

Ya, tentu saja penyebaran hoaks ini erat kaitannya dengan Teori Konspirasi. 

Nah, sekarang apa kaitannya Teori Konspirasi dalam menjawab kebutuhan manusia untuk mendapat kepastian? 

Teori konspirasi merupakan sebuah keyakinan yang termasuk dalam kategori false believe. 

Lhoh berarti sama dong dengan waham? False believe, kan? 

Oh... tunggu sebentar, jangan melebar, saudara... Mari kita kembali ke false believe... 

Baca: Merasa Sering Halu? Ini 5 Tips Sederhana Menghadapi Gejala Psikosis

Apabila kita perhatikan, para penganut konspirasi begitu meyakini berita atau informasi tersebut sebagai sebuah kebenaran meskipun belum ada bukti yang menguatkan konspirasi yang mereka percayai. 

Para penganut konspirasi merasa ingin mempertahankan apa yang telah mereka yakini sebelumnya. Mereka membutuhkan sebuah pembenaran atas segala keyakinan yang selama ini menggantung dalam benak mereka. 

Beberapa ahli berpendapat bahwa manusia cenderung memilih jawaban yang lebih mudah dan lebih cepat karena ingin menghemat energi. Seseorang akan lebih memilih menjawab pertanyaan dengan menggunakan intuisi daripada harus mengurai permasalahan sedetailnya. 

Orang akan lebih mudah memilih ada konspirasi dibalik merebaknya wabah virus covid daripada menerima kebenaran mengenai proses mutasi virus dengan beragam penjelasan ilmiahnya. 

Contoh yang lebih mudah, seseorang lebih gampang menerima adanya kepentingan elit global di balik usaha pemberian vaksin, daripada menerima penjelasan betapa pentingnya vaksinasi bagi imunitas tubuh. 

Penjelasan ilmiah berusaha menjawab keingintahuan manusia dengan mengurai satu per satu permasalahan dengan penelitian njlimet, kemudian mengujinya dengan postulat, hingga penelitian tersebut menghasilkan jawaban yang akurat tanpa melibatkan emosi. 

Ya, penjelasan ilmiah serasa ga seru.... Flat, datar begitu saja. 

Meskipun penjelasan tersebut telah banyak digelar habis-habisan, namun tetap saja berita-berita tentang konspirasi lebih menarik, bahkan lebih banyak diyakini sebagai sebuah kebenaran. 

Sepintas bila kita perhatikan, informasi konspirasi dikemas dengan packaging yang begitu bombastis. Dibumbui dengan kata-kata sensasional yang menyentuh emosi kita. 

Ada emosi yang dibangun supaya berita konspirasi menarik untuk diyakini kebenarannya. Inilah yang membedakan dahsyatnya berita konspirasi dengan penjelasan secara ilmiah. 

Keyakinan Tumbuh Karena Kurang Minat Melakukan Konfirmasi 

Sebuah konspirasi dipilih karena kurangnya sikap analisis yang kritis terhadap sebuah informasi. 

Masyarakat lebih mudah meyakini sebuah berita hoaks tanpa meneliti lebih lanjut dari mana sumber berita tersebut. Apakah berita tersebut mengandung kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan dengan bukti-bukti yang sesuai fakta, atau tidak. 

Para penganut konspirasi pada umumnya tidak melakukan cek dan ricek terhadap informasi yang menyentuh kalbu penuh emosi. 

Dengan sesegera mungkin memercayai bahwa informasi bombastis nan sensasional tersebut adalah sebuah kebenaran. 

Bahkan acapkali hanya dengan membaca judul sebuah artikel, tanpa membacanya secara tuntas, lantas begitu saja seseorang dengan mudah percaya informasi yang ada adalah benar adanya. Begitu ajib, bukan? 

Berita konspirasi diambil dengan segera karena adanya motivasi ingin segera dapat menguasai situasi yang sulit dan tidak pasti. Para penganut konspirasi merasa aman karena mempunyai kontrol atas kondisi yang membuat mereka tidak nyaman. 

Memberi Pengaruh Kuat Pada Self Image Seseorang 

Berdasarkan batasan normatif, sebuah teori konspirasi seringkali digunakan oleh pihak tertentu untuk menjawab beragam dilema sosial maupun politik. 

Metode ini digunakan sebagai salah satu cara untuk memberikan good image pada masyarakat bagi sebuah lembaga atau individu yang mempunyai kepentingan tertentu pula. 

Bisa jadi, dalam kehidupan kita sehari-hari pun kita bisa saja menerapkan teori konspirasi ini untuk mendapatkan self image yang bagus di hadapan orang-orang di sekitar kita. 

Nah... Jadi bagaimana? Sudah mendapat sedikit gambaran sederhana tentang bagaimana sebuah teori konspirasi bekerja secara efektif melalui emosi kita, bukan? 

So, be ware, berjaga-jaga ya, saudara. Jangan sampai kita hanyut dan terlarut dengan kabar berita yang mencabik emosi kita. Teliti dulu kebenarannya, sebelum kita menikmatinya sebagai sebuah kebenaran. Sehingga informasi yang kita dapatkan benar-benar mampu menjawab kebutuhan kita. 

Sampai jumpa di anggitan saya berikutnya.... 

See ya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun