Apa pun aktivitas kota Solo tak luput dari badan jalan tersebut. Mulai dari kegiatan rutinitas harian warga Solo, hingga berbagai event bercorak nasional maupun internasional seringkali "wajib" melintasi ruas Jalan Slamet Riyadi.Â
Seperti halnya saya yang secara spontan membidik beberapa titik penutupan di sepanjang ruas Jalan Slamet Riyadi.Â
(Mohon maaf video ini penuh "ini", hehehe)Â
Geliat turunnya mobilitas masyarakat Solo diakui pula oleh seorang driver bus BST koridor 2 (maaf saya lupa namanya) yang dalam satu hari hanya membawa 5-10 penumpang saja.Â
Sangat berbeda bila dibandingkan dengan mobilitas massa pada saat sebelum PPKM Darurat direalisasikan, dalam satu hari beliau mampu membawa kurang lebih 30-100 penumpang.Â
Pengalihan rute bus selama masa pandemi divonis sebagai penyebab linglungnya masyarakat (termasuk saya) sebagai salah satu stakeholder pengguna BST.Â
Ada kebijakan manajerial perusahaan pengelola PT. Bengawan Solo Trans bersangkutan dengan mekanisme pelayanan jasa bagi publik yang tidak banyak diketahui oleh konsumen menyebabkan warga pengguna lebih memilih fasilitas ojek online yang dirasa lebih nyaman.Â
Melihat gelagat kebutuhan masyarakat serta demi terciptanya keseimbangan neraca keuangan perusahaan, maka pihak pengelola masih akan memasak kembali regulasi anyar tersebut.
Dari seluruh peristiwa penutupan ruas jalan yang berpuluh tahun telah bersenyawa dengan aktivitas masyarakat Solo ini, bagi saya pribadi, penutupan ruas Jalan Slamet Riyadi membawa keunikan tersendiri.Â
Unik? Okay, jadi begini, Kawan.
Pada saat penutupan arus Jalan Slamet Riyadi terealisasi, saya sempat menangkap suatu sinyal bingung dari warga yang tinggal di sekitar Jalan Slamet Riyadi.Â