Suatu bentuk komunikasi yang hanya akan berakhir dengan jawaban, sudah atau belum; ya atau tidak. Setelah itu, selesai sudah. Tidak ada afirmasi yang melibatkan emosional kita kepada anak. Lalu bagaimana menyiasatinya?
Beri afirmasi yang jelas, sehingga anak-anak mengerti serta paham. Contohnya, "Wah, Ayah bangga Kaka bisa jagain adek. Kaka memang hebat."Â
"Ayah tahu, adek sedih dapat nilai C. Ya, itu bukan berarti adek harus stop berusaha bukan? Kita coba lagi yha."
"Siapa yang sudah berani bikin anak Ayah nangis? Lha wong ayah aja kerja keras biar anak Ayah seneng kok."
Kemampuan seorang ayah untuk melakukan afeksi semacam pelukan tulus kepada anak, atau berolah raga bersama, bermain bersama, membuat konten YouTube bersama anak, bahkan sekadar berguling-guling di lantai bersama anak akan menumbuhkan sensasi tersendiri bagi anak.
Dalam usia dini, sentuhan emosional seorang Ayah yang tulus dan penuh kasih sayang akan menumbuhkan rasa nyaman, hangat,dan aman dalam diri anak.Â
Selain itu, seorang ayah dapat mengajarkan anak untuk membedakan sentuhan yang baik, -mendatangkan sensasi hangat, nyaman, tenang, dan aman- dan sentuhan yang jahat -sentuhan yang menimbulkan perasaan jijik, takut, dan tidak baik. Dengan demikian, anak mampu mewaspadai adanya tindakan pelecehan seksual yang mungkin terjadi.
"bila hati bapa kembali kepada anak-anaknya, dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya, maka selamatlah bumi".Â
Anda sepakat? Selamat menempuh perjalanan relasi Anda.
Sampai jumpa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H