Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bermasalah dengan Back Talk Remaja? Mari Belajar dari Raditya Oloan-Joanna Alexandra

17 Mei 2021   15:30 Diperbarui: 27 Juni 2021   14:41 1506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: secure attachment mampu menumbuhkembangkan emotional intelegence | via freepik.com

Hai, Parents....gimana kabarnya hari ini? 

Masih berkutat dengan "keunikan" anak-anak kita? Atau malah sedang merindukan keunikan tersebut gegara terpisah jarak dengan mereka? 

Sungguh! Pasti kangen juga menyelip di hati kita, bukan? Coba kita ingat kembali, kapan terakhir kali kita bersentuhan skin to skin dengan mereka; berselisih pendapat dengan mereka; atau bercanda dengan mereka? 

"Ga mau ke tempat Bibi, Bund.....ga asik. Membosankan!" mungkin kalimat itu yang terlontar dari anak remaja kita saat akan menghadiri pertemuan keluarga.

"Kakak kan cuman ikutan meet up ma temen, Ma. Masa ga boleh?" dan selanjutnya mulailah remaja kita.... berargumen :)

Banyak kemungkinan komunikasi seperti ini kemudian berujung pada perselisihan, perbedaan pendapat, lalu berakhir dengan adanya jurang pemisah antara si anak dan ortu. 

Semua pasti setuju bila lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor pembentuk karakter dasar sebelum seorang anak bertumbuh menjadi remaja, kemudian berbaur dengan lingkungan sosial yang jauh lebih luas dari dimensi keluarga.

Bila demikian mengapa yang sering kita jumpai kondisi remaja di luar sana adalah lain? Tingkat kenakalan remaja agaknya bukan bergerak semakin melandai, malahan semakin bertumbuh ke atas?

Atau sering juga kita jumpai di sekitar kita, seorang remaja seakan mempunyai dunianya sendiri, acapkali terkesan memberontak, bahkan dalam beberapa kasus, anak-anak cenderung melakukan tindakan yang oleh masyarakat dianggap negatif. 

Perilaku Back Talk Vs Secure Attachment Bagi Remaja

Tahukah Bunda, Ayah, bahwa bagi beberapa anak remaja akan cenderung merasa lebih nyaman menceritakan pengalaman hidup kepada figur pengasuh terdekat dibandingkan dengan bercerita pada orangtua sendiri.

Dalam salah satu kesempatan pertemuan dengan orangtua, kebanyakan dari mereka mengeluh tentang sikap anak-anak remajanya yang mulai tidak mau menurut. Suka-suka gue, katanya. 

"Lha gimana, Miss? Saya itu dah capek. Kalau saya suruh belajar, selalu saja bikin alesan. Kalau saya marahin, dia malah marah-marah sama saya."

"Saya itu mau sih, Miss curhatan ma dia. Tapi anak saya itu yang ga mau. Sepertinya dia punya dunianya sendiri, Miss."

Dan....masih banyak lagi cerita tentang kesulitan orangtua mengiringi masa parenting mereka saat anak menginjak usia remaja. 

Back talk (bantahan) seringkali dilakukan oleh anak remaja di sela komunikasi mereka dengan orangtua.

Beberapa waktu yang lalu, mungkin bagi kita yang sering wara wiri di beberapa media sosial terdengar kabar duka dari dunia ministry. 

Ya, kabar meninggalnya Ps. Raditya Oloan, suami dari mantan artis Joanna Alexandra sempat mengejutkan kami, saya dan keluarga.

"Aku masih ingat waktu aku jadi song leader di acara KKR youth tahun lalu, beliau pernah berkata kalo aku bisa dipakai Tuhan lebih lagi," begitu kenang seorang gadis remaja pada saya ketika mengetahui kabar duka yang sempat menghiasi trending topik di twiter selama dua hari tersebut.

kehangatan dari secure attachment Bang Radit dan Joanna pada keempat anak mereka| via instagram.com @joannaalexandra
kehangatan dari secure attachment Bang Radit dan Joanna pada keempat anak mereka| via instagram.com @joannaalexandra
Mungkin bagi yang belum mengenal sosoknya, Ps. Radit, begitu kami biasa memanggil beliau, dengan style catchy-nya selalu membangkitkan gelora anak muda agar tidak menyerah untuk berupaya bangkit meski dalam kondisi sedang terpuruk di lubang hitam.

Di beberapa konten Instagramnya, beliau juga berbagi rasa sayang yang begitu melekat pada keempat anaknya. Pun kerja sama pasangan suami istri tersebut dalam upaya mendukung putri bungsu mereka, Ziona, melewati masa sukarnya sungguh memberikan contoh betapa penting secure attachment bagi pertumbuhan anak-anak.

Bagi seorang anak, mendapatkan secure attachment dari figur pengasuhnya merupakan hal dasar yang sangat penting.

Adalah John Bowlby, seorang ahli psikologi yang terkenal dengan teori Attachment telah melakukan sebuah studinya tentang bagaimana kondisi seorang bayi apabila dipisahkan dari ibunya secara emosional. 

Dalam hasil studi tersebut, Bowlby kemudian membagi kelekatan hubungan ini menjadi dua varian, secure attachment dan insecure attachment.  

Rasa aman dan nyaman yang tumbuh dalam diri seorang anak pada nenek pengasuh akan membuatnya lebih memilih nenek sebagai tempat curhat dibanding dengan orangtuanya sendiri. 

Hubungan yang serupa pun tidak jarang kita jumpai antara anak dengan mbak sus-nya. Bahkan lebih sering anak terkesan nggelendot pada mbak sus dari pada dengan orangtuanya sendiri, bukan?

Pengaruh Secure Attachment Bagi Pertumbuhan Remaja

Bila kita lihat dari sisi fisiologis, struktur otak anak pada umumnya mengalami perkembangan pada saat menginjak usia remaja. 

Pola pengolahan data pada kognitif anak yang masih berkembang, menyebabkan seorang anak remaja kerap kali belum memiliki kematangan dalam pengambilan keputusan.

Menukil dari penjelasan Dr. Sheryl Feinstein, dari University of Nebraska-Kearney, menegaskan bahwa perkembangan syaraf otak pada remaja menyebabkan remaja mempunyai ketrampilan pengolahan proses berpikir dan mengambil keputusan layaknya orang dewasa pada saat diberi informasi.

Namun, proses tersebut masih banyak dipengaruhi oleh sistem limbik (bersangkutan dengan emosi) dari pada prefrontal cortex (berhubungan dengan pengambilan keputusan rasional).

Dengan demikian, secure attachment  pada masa kecil akan berdampak pada usia remaja. 

Beberapa manfaat secure attachment oleh orangtua semenjak anak berusia 0 tahun adalah tumbuhnya rasa percaya diri dalam si anak, sehingga ia mampu mengembangkan kemampuan sosial seperti empati, peka terhadap emosi orang lain, bahkan mampu memahami apa yang orang lain inginkan dari dirinya.

Karena tugas remaja adalah menemukan jati dirinya, maka bila kebutuhan kelekatan hubungan ini tidak penuh pada masa kecil, maka remaja akan tumbuh dalam kebingungan untuk memenuhi tugasnya.

Tips Menanggulangi Jarak Komunikasi Antara Figur Pengasuh dan Anak Remaja

Lantas, apakah ketika kita menyadari anak kita mulai "punya dunianya sendiri" kita dapat begitu saja melarang mereka bergaul dengan dunia luar, atau kemudian bertindak protektif terhadap anak? 

Ketimpangan komunikasi antara orangtua (entah itu ayah atau bunda) kepada anak remajanya seringkali diidentikkan dengan lingkungan sekitar yang dianggap lebih banyak mempengaruhi dunia anak. 

Terlebih pada beberapa dekade terakhir, kala produk teknologi berjuluk hp semakin sering menggelayuti pertumbuhan jiwa anak-anak di masa pandemi.

"Mau gimana Miss, nek saya ga kasih anak-anak hp, trus saya komunikasi sama mereka pake apa? Sementara sekarang semua akses pendidikan dia pake sistem online," celetuk salah satu orangtua yang sempat saya temui dalam satu sesi meeting kami.

Namun, sebelum terlampau jauh kita menyalahkan penggunaan teknologi (karena ada pula manfaat yang anak-anak dapatkan dari kepintaran teknologi), maka mari terlebih dahulu mari, kita menilik sejauh manakah secure attachment yang kita berikan pada anak-anak selama ini.

Seberapa banyak pelukan yang pernah kita beri sebelum masa remaja mereka? Hormon oksitosin yang pernah dirasakan anak dari pelukan tulus orangtua mempunyai durasi yang lebih panjang dari pada serangkaian dopamin yang muncul saat anak menonton suguhan media sosial.

Lalu apa yang dapat kita lakukan untuk menumbuhkan kembali secure attachment pada anak remaja? Setidaknya ini langkah yang dapat kita ambil, Parents....

1. Kurangi ekspektasi kepada anak
Orangtua mana yang tidak senang apabila anak-anaknya menjadi penurut, hormat, dan taat pada orangtua? Pasti kita semua menghendaki hal yang sama. 

Namun, dalam pertumbuhannya orangtua perlu mengurangi ekspektasi bahwa anak-anak harus selalu patuh pada setiap anjuran orangtua. 

Perkembangan kognitif remaja dan kebutuhannya untuk memenuhi tugas di masa remaja membuat anak-anak membutuhkan ruang untuk bereksplorasi. Beri mereka ruang untuk melakukan eksplorasi. 

2. Cobalah untuk mengubah pola asuh sesuai dengan kebutuhan anak
Sama seperti kebutuhan makan bagi anak-anak yang semakin berkembang dan bervariasi seiring pertumbuhan mereka, demikian pula kebutuhan afirmasi bagi anak-anak remaja akan berbeda dengan saat mereka masih balita.

Apakah orangtua perlu up to date pada informasi kekinian menyangkut remaja? Well, saya sarankan, perlu. Tuntutan hidup bersosialisasi di masa sekarang tentu sangat berbeda dengan masa dua dekade yang lalu, bukan? Semua butuh untuk berproses.

3. Berikan apresiasi, nyatakan kepedulian kita
Memberi apresiasi yang tepat kepada anak tidak membuat mereka kemudian menjadi puas atas capaiannya. Pemberian apresiasi yang tepat akan memberi dukungan kepada anak-anak supaya lebih terpacu dan lebih bersemangat.

Luangkan waktu untuk bersama mereka, sesibuk apa pun kegiatan kita. Mungkin mengajak mereka berolah raga bersama, atau menikmati hobi mereka bersama, atau hanya sekadar menikmati golden hour dengan mereka, asalkan lakukan secara rutin.

Banyak dari orangtua beranggapan bila kedekatan harus menjadi milik pribadi secara kekal. Wah! Tidak salah. Satu yang perlu diingat, salah satu ciri afektif secure attachment dianggap sebagai kedekatan hubungan adalah bila hubungan tersebut telah teruji oleh waktu yang cukup lama.

Back talk (bantahan) dari anak remaja memang mungkin terjadi seiring proses stabilnya kinerja prefrontal cortex anak remaja. Sementara itu, perlu kita ingat bahwa pola pikir remaja masih bersandar pada sistem limbik, yaitu bagian dari otak yang mengatur emosi kita. 

Nah, semoga apa yang saya bagikan ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua. Mari bersama belajar menjadi orangtua bagi anak-anak di sekeliling kita.

Sampai jumpa.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun