"Cinta saja tidak cukup, butuh komitmen untuk mencapai tujuan berumah tangga"
Waaaah, Mimin mulai nih serangan fajar. Udah bulan Februari, pengennya ngobrolin soal love, love, n love ajha...Â
Saya percaya di antara sobat semua pembaca blog ini pasti ada yang sedang menjalin asmara, atau berencana untuk menikah, atau mungkin masih (pengen) ngejomlo?Â
Well, ga da salahnya kok kalau ikutan ngerumpiin masalah pernikahan. Pusing juga kalau ada yang nanya "kapan nikah"? Itu rasanya setara waktu kita sakit parah, lalu ada yang tanya,"kapan meninggal?" Betul ga sih, sobs?
Maraknya nikah-cerai publik figur bagi sebagian kaum muda semakin yakin mbolokin menimbang kembali kepastian membuhlulkan ikatan cinta dalam pernikahan. Ikatan cinta? Kek judul sinetron apa, yak?
Rachel Vennya bukan publik figur pertama yang rumah tangganya menjadi sorotan spotlight kaum maha benar, netizen yang terhormat.Â
Masih ingatkah kita dengan viralnya Vinessa Inez yang pada usia 22 tahun sudah menyandang status janda?
"Pernikahan itu tidak seindah photo pre-wedding!??"
Ya, menyedihkan tapi itu faktanya.
Dalam beberapa artikel, saya seringkali menyisipkan pilihan tentang healthy love. Ini penting mengingat ketika jatuh cinta orang seringkali berpendapat, "jatuh cinta itu saat hati memahami apa yang tidak dipahami logika".
Banyak dari kita mengalami pemahaman yang blunder. Banyak yang mengira bahwa menikah adalah tujuan dari sebuah romansa hubungan pria dan wanita.Â
Seberapa banyak di antara kita yang mempunyai ekspektasi atau harapan besar pada hubungan yang sedang kita jalani akan berakhir di kursi pelaminan?
Berharap dengan menikah kita akan lebih berbahagia, dengan menikah kita akan menemukan rasa nyaman dan aman lebih baik dari pada saat kita dalam kesendirian?
Ada bagian dalam diri kita menginginkan bahwa pasangan kita akan memberikan segala yang pernah menjadi ekspektasi kita. Atau lebih tepatnya, kita mengharapkan pasangan kita yang bertanggungjawab atas kebahagiaan kita.
Oh, waw, sorry donky.... sobs, urusan bahagia ya urusan kita dengan diri kita masing-masing. Coba deh, renungkan pesan dari guru kehidupan yang pernah saya temui, "seberapa besar rasa bahagia kita, hanya kita sendirilah yang tahu".Â
Next...
Baiklah, sobat. Buat kalian yang udah kebelet nikah, sebaiknya perhatikan dulu, apakah kalian berdua sudah siap secara fisik maupun mental. Ketahuilah wahai sobat, urusan nikah bukan seindah postingan di Instagram.
Ada baiknya buat kalian yang sudah siap merencanakan, berangan-angan, berharap menjalani samudera hidup berdua dengan pasangan, menyisihkan waktu untuk menjalani konseling pranikah.Â
Dalam budaya kita memang belum banyak ditekankan perlunya pasangan menjalani konseling pernikahan. Kesiapan mental adalah salah satu dari sekian banyak alasan yang dijadikan dasar seseorang bercerai.
Siapa juga yang merencanakan perceraian? Pasti ga ada, bukan?Â
Konseling pranikah membantu kita untuk mengidentifikasi karakter dan visi pasangan, sehingga kita mempunyai gambaran yang dapat kita jadikan pertimbangan apakah kita akan terus menjalani hidup bersama atau tidak.
Nah, ini nih alasan yang mendasari pentingnya konseling pranikah, antara lain:
1. Kita dapat saling mengerti karakter pasangan kita
Penting mengetahui tentang topik yang sering menjadi batu sandungan dalam menjalin hubungan asmara kita. Tidak banyak dari kita yang terjebak pada love bombing.Â
Seiring berjalannya waktu, apa yang nampak baik saat dulu masa berpacaran menjadi berbalik. Kemudian kita merasa adanya shifting pada pasangan kita.
Dengan mengikuti konseling pranikah, kita dapat mengenal karakter pasangan lebih baik lagi. Biasanya, ini berkaitan dengan budaya dan pola asuh orangtua kita maupun pasangan kita.
Memang membutuhkan waktu yang lebih lama dan proses yang lebih panjang dari sekedar 60-90 menit percakapan dengan konselor. Namun, setidaknya kita mempunyai gambaran mengenai pribadi individu yang akan kita nikahi.Â
Bagaimana mengelola emosi saat terbentang topik panas yang memantik pertengkaran antar individu.
2. Membangun komunikasi lebih baik dengan pasangan
Ya, kita pasti tahu bahwa relasi tanpa komunikasi adalah basi, right? Dengan komunikasi dua arah yang baik dan lancar akan membantu kita menyelesaikan masalah dengan kepala dingin.Â
Konselor biasanya akan membantu konselee untuk mengusahakan bagaimana cara membangun komunikasi yang sehat sehingga terjalin toleransi antar individu dalam menjalani hubungan.
3. Mengetahui kematangan emosi pasangan
Kematangan fisik maupun emosi merupakan faktor penting yang mendukung terjalinnya sebuah hubungan. Saya tidak mengatakan bahwa individu langsung menjadi sempurna melalui konseling pranikah.Â
Hanya saja, kesiapan secara fisik, meliputi kemapanan materi, pekerjaan, penghasilan tetap (engga kudu jadi karyawan tetap, tapi dibutuhkan sebuah pekerjaan yang tidak nomaden) sangat dibutuhkan bagi individu yang akan menikah. Bagaimana mengelola keuangan keluarga setelah menikah, bagaimana bila terjadi ketimpangan penghasilan, dan soal ekonomi lainnya.Â
Ini penting, karena pada usia pernikahan 5-10 tahun, urusan ekonomi keluarga menjadi problematika utama pemicu ketegangan rumah tangga.
Lepas dari itu, bagi yang mempunyai pasangan dengan jarak usia jauh (lebih dari 10 tahun) hendaknya mempertimbangkan kesiapan mental.Â
Harus mengetahui dengan benar, bahwa beriringan dengan waktu fisik pasangannya yang lebih tua akan mengalami penurunan fungsional, termasuk aktivitas seksualnya.
Kematangan emosi seringkali kurang mendapat perhatian. Padahal, setiap pasangan perlu mengetahui kematangan emosi tiap individu. Ini berkaitan erat dengan relasi emosi antara ortu dengan anak, dalam hal ini individu yang ingin menikah.Â
4. Mengenal lebih jauh tentang budaya dalam keluarga yang dibawa oleh masing-masing individu
Hal ini pun tidak boleh diremehkan. Mengingat, pernikahan adalah bersatunya dua individu dari dua keluarga yang berbeda.Â
Nantinya ini akan berpengaruh pada proses pengasuhan anak dan pemahaman masing-masing posisi individu dalam berumah tangga. Ya, disfungsional merupakan satu dari sekian faktor yang mendasari maraknya kasus perceraian.Â
Melalui konseling pranikah pada pasangan diharapkan mempunyai wacana yang lebih luas mengenai peran masing-masing individu dalam membina rumah tangga.Â
Bagaimana ikatan emosional antara pasangan kita dengan saudara dalam keluarganya, serta penting mengetahui kebiasaan dalam menyikapi konflik yang timbul dalam keluarga.
5. Pentingnya marital therapy
Hmm, ini nih yang belum banyak diketahui oleh kaum muda yang berfantasi kebelet nikah.Â
Apa sih marital therapy? Yaitu terapi yang digunakan oleh para terapis untuk mengakomodasi para pasangan yang sudah menikah ketika menghadapi permasalahan pelik. Masalah yang dirasa membuat mereka berada di ambang perceraian.Â
Dalam budaya kita ada begitu banyak pasutri yang memilih untuk menekan permasalahan mereka, mencoba menyelesaikannya sendiri, terakumulasi, menumpuk, menimbun, bejibun, saling mencoba mengerti namun dengan cara menekan emosi masing-masing, hffth... akhirnya, jenk jenk jenk... Meledaak!!
Ini jamak terjadi, baik bagi mereka yang tinggal di pondok mertua indah atau mereka yang sudah menpunyai rumah tinggal sendiri.
Tidak salah apabila salah satu pasangan kemudian mencoba mencari pemecahan masalah dari support system di sekitar mereka. Tetapi, perlu juga mempertimbangkan apakah support system tersebut benar-benar mengetahui kebutuhan pasangan atau hanya mengetahui permasalahan dari satu pihak saja.
Marital therapy menjembatani dua individu yang sedang berkonflik supaya mendapatkan kerapatan dan kehangatan kembali hubungan yang sudah membeku.Â
Nah, gimana sobs...masih kebelet nikah? Plis lah jangan hanya berfantasi. Kenali lebih dalam pasangan dan diri kita terlebih dahulu.Â
Konseling pranikah memang bukan syarat mutlak bagi suksesi sebuah pernikahan hingga maut memisahkan kita. Atau konseling ini lantas menjadi juru selamat bagi langgengnya pernikahan kita ke depan. Tetapi, paling tidak kita mempunyai gambaran yang lebih utuh mengenai pasangan dan kebutuhan kita dalam berelasi.Â
Memang mungkin membutuhkan biaya yang agak mahal (about 600- 800 ribu, tergantung terapis), juga waktu yang harus diluangkan dalam sebuah sesi konseling. Tetapi apabila sobat mau, ada beberapa lembaga kerohanian yang bisa dihubungi untuk mendapatkan bimbingan konseling, biasanya freely.
There are three things left.Â
Kalau pengen nikah, tolong paling tidak lihat pasangan, apakah masing masing individu sudah: have a work to do, have a will to obey, and have an integrity to protect the beauty of a family.
Nah, selamat menikmati relasimu yha sobs...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H