Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menulis Ekspresif: Jiwamu Bukan Tong Sampahmu!

10 Januari 2021   19:19 Diperbarui: 10 Januari 2021   19:22 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tujuan dari proses katarsis sebagai salah satu jenis terapi yang digunakan oleh para praktisi ahli kejiwaan, adalah untuk menyingkapkan emosi alamiah pada individu yang mengalami gangguan kecemasan. 

Sebagai penderita gangguan tiroid, terkadang saya mengalami perubahan mood yang signifikan dalam durasi yang pendek karena terganggunya kinerja tubuh secara hormonal. Ini sangat tidak membuat saya nyaman. 

Hingga kemudian selain membiasakan diri dengan meditasi mindfulness, saya memilih menulis ekspresif sebagai sarana menyalurkan emosi yang berubah-ubah. Entah karena memang kondisi tiroid saya yang sedang terganggu maupun stresor yang datang sewaktu-waktu memicu perubahan emosi saya.

Saya mempunyai satu buku khusus untuk menampung segala yang saya rasakan ketika emosi sedang naik turun. Menulis segala yang saya rasakan sungguh membantu saya kembali relive, seperti satu beban terangkat, meski tidak semua. But it helped indeed.

Sebenarnya, Sigmund Freud-lah yang pertama kali mempunyai ide untuk mengeluarkan emosi secara verbal sebagai alat terapi bagi pasien yang histeria. Nah, oleh Dr. James W. Pennebaker, metode klasik Freud ini kemudian dimodifikasi ke dalam bentuk lain.

Modifikasi Pennebaker pada proses katarsis ini adalah dengan cara mengeluarkan emosi alamiah yang dilakukan individu secara bahasa oral dalam bentuk aktivitas menulis. Bisa jadi self help donk? Betul!

Bentuk aktivitas mumer (murah meriah) ini lambat laun digandrungi oleh manusia kekinian. Pada masa kiwari, tidak sedikit yang menggunakan gawai sebagai media pengganti diary.

Saya pun membuat satu jurnal pribadi dalam ponsel, yang dapat saya akses dengan mudah setiap kali membutuhkan. Entah itu saat dalam perjalanan maupun saat saya dalam kondisi tidak dapat menulis di dalam buku. 

Sebagai media katarsis, diary (baik dalam wujud buku bergembok maupun gadget bersandi) tentu saja bukan lantas menjadi konsumsi publik. 

Sebetulnya, tidak ada hukum yang mewajibkan kita menyimpan tulisan ekspresif itu, Sobatku. Namun, karena aktivitas ini menimbulkan efek self reflection, maka ada kemungkinan bagi sebagian orang untuk menyimpannya. 

Bila saja kita menyimpannya lalu membacanya di kemudian hari, tidak menutup kemungkinan akan memunculkan ide untuk menulis karya yang menghasilkan, baik materi maupun immateri. Ahaha!! Cuan, cuan, cuan.... :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun