Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

22 Desember, Hari Perempuan atau Hari Ibu

22 Desember 2020   23:21 Diperbarui: 22 Desember 2020   23:23 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pada bulan Juni 1950, anggota KOWANI diundang Presiden Soekarno di Istana Merdeka | tropenmuseum.nl via Wikipedia.org


Memperingati hari besar atau Hari Nasional sungguh membuat kita semakin bersemangat. Namun apa yang terjadi bila esensi hari besar tersebut mulai bergeser dari makna dasarnya?

Ya. Hari ini adalah Hari Ibu. Paling tidak, itulah yang semenjak saya SD diperkenalkan sebagai hari istimewa bagi kaum ibu. Tepat hari ini biasanya dulu saya memasak masakan istimewa buat almarhumah ibu saya. Hanya itu pintanya selama dalam saru tahun.

Tapi, tunggu sebentar Sobat Bijak..

Sebelum kita mewarnai akun medsos Kita di jagat maya dengan berjuta untaian kata indah buat sosok ibu, yuk kembali merenungkan awal mula ditetapkannya tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu.

Berawal dari sebuah langkah berani para aktivis perempuan yang tergabung dalam 30 organisasi peduli kesejahteraan perempuan. Perkumpulan tersebut pada awlnya bergerak dalam bidang ekonomi sosial. 

Namun, motif awal tersebut menipis seiring perkembangan masa. Pergerakan perempuan kemudian menjadi bagian dalam gerakan nasional.

Pergerakan ini muncul ke permukaan, terdorong oleh bidikan anak panah pemuda Indonesia yang bangkit melawan pendidikan kolonial Belanda, dengan mengadakan Kongres Pemuda 28 Oktober 1928.

Mari kita kulik kembali agenda-agenda yang diusung oleh kaum perempuan Indonesia dalam perkembangannya bersama perjuangan masyarakat Indonesia untuk mengangkat harkat kaum wanita di bumi pertiwi.

Tanggal 22-25 Desember 1928, Kongres Perempuan Indonesia I diadakan di Dalem Joyodipuran, Yogyakarta. Kongres ini memutuskan beberapa hal, diantaranya dibentuknya Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) sebagai wujud dari cita-cita R.A Kartini untuk mempersatukan gerak langkah perempuan tampil ke atas mendukung gerakan kebangkitan nasional.

Kegerakan perempuan pada era sebelum 1920-an merujuk pada pengikisan budaya yang membelenggu kaum perempuan dalam ikatan perkawinan dan rumah tangga. 

Kondisi kaum perempuan yang harus berada di bawah himpitan "pengebirian hak perempuan" dalam perkawinan dan keluarga mendorong kegerakan perseorangan untuk lepas dari praktik poligami, maraknya budaya kawin paksa, perceraian semena-mena (lelaki boleh sewaktu-waktu menceraikan istrinya tanpa sebab yang jelas) sebagai wujud dari kekuasaan tidak terbatas kaum laki-laki.

Kongres Perempuan Indonesia merupakan kendaraan bagi perempuan Indonesia bersatu melawan tirani berselimutkan budaya dan agama.

Kongres yang dipelopori oleh beberapa organisasi wanita seperti, Wanita Taman Siswa, Wanita Utomo, Wanita Katholik (Yogyakarta), Aisyiyah (Yogyakarta), Putri Indonesia, Jong Java bagian Wanita, dan Jong Islamieten Bond Dames Afdeeling.

Kendaraan perempuan Indonesia mulai bergerak perlahan namun pasti. Kendaraan berubah arah sedemikian rupa tanpa meninggalkan esensi dasar memperjuangkan emansipasi wanita, selurus cita Kartini bagi seluruh perempuan Indonesia.

Kongres Perempuan II dan III masih mengusung tujuan yang sama, yaitu peleburan pelbagai organisasi perempuan dalam satu wadah dengan visi dan misi yang sama, demi meningkatnya kesejahteraan kaum wanita di Indonesia.

Dengan demikian isu yang dibawa oleh kegerakan wanita pada masa dulu ternyata belum selesai dengan banyaknya kasus-kasus kekerasan terhadap kaum wanita dalam ranah privat maupun publik.

Satu yang menarik perhatian adalah pemilihan kata Ibu oleh Soekarno pada saat menetapkan tanggal 22 sebagai Hari Ibu, sesuai Keppres RI No. 316 tanggal 16 Desember 1959. Apakah yang dimaksud Hari Ibu saat itu selaras dengan maraknya postingan di dunia maya netizen negri +62 selama ini?

Apakah tujuan dari perjuangan perempuan baik era sebelum maupun pasca tahun 1920-an secara nasional telah bertemu marwahnya?

Rasa penasaran mengajak saya menilik KBBI. Akhirnya saya mendapati paling tidak 3 arti kata Ibu, diantaranya adalah wanita yang melahirkan seseorang; sebutan untuk wanita yang sudah bersuami; panggilan yang takzim kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum.

Di antara ketiga makna tersebut, kira-kira makna manakah yang terbersit dalam benak perempuan partisipan Kongres Perempuan III memutuskan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu? Mengapa tidak menetapkannya sebagai Hari Perempuan? Apakah Hari Perempuan telah identik dengan Hari Kartini? 

Saya bukan ingin bersikap apatis terhadap postingan dengan mengatasnamakan ibu. Mengingat saya pun sebagai anak yang kini berstatus sebagai ibu. Namun, Hari Ibu bukan hanya ditujukan bagi wanita yang melahirkan seseorang, atau wanita yang sudah bersuami.

Memang pada awalnya setiap gerakan perempuan yang lahir dari rahim organisasi kedaerahan maupun organisasi masyarakat berbumbu religiusitas saat itu adalah bertujuan untuk mengentaskan derajat kaum wanita dalam perkawinan serta memberdayakan perempuan dalam perannya sebagai Ibu dalam rumah tangga.

Namun, cita-cita Kartinilah yang terus mengilhami gerakan perempuan untuk konsisten memperjuangkan kesetaraan hak demi terciptanya emansipasi wanita. 

Pendidikan, kesehatan, perlindungan untuk terap berkarya sebagai wujud nyata dari pendefinisian wanita seutuhnya tanpa mengenal batas usia.

Di balik suksesi Kongres Perempuan Indonesia, para aktivis perempuan masih harus menyingsingkan legan baju, mengencangkan tali kasut untuk terus melangkah berjuang bagi legalitas hukum sebagai perisai yuridis perempuan Indonesia.

Masih maraknya kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan masih saja menjadi isu utama perjuangan perempuan di seluruh dunia.

#silentshoes beberapa waktu yang lalu sempat menjadi tagar pendeteksi bahwa perjuangan kaum perempuan untuk mendapatkan haknya di hadapan hukum belumlah usai. 

Jadi entah kata Ibu dalam Hari Ibu dimaknai apa. Yang jelas, pergeseran makna ini telah hadir pada era orba plus bumbu propaganda kapitalis yang menambah gurihnya Hari Ibu hanya ditujukan bagi wanita yang melahirkan seseorang dan wanita yang sudah bersuami. 

Bagaimana dengan kita hari ini? Apa pun interpretasi kita atas Hari Ibu ini, semoga paradigma kita akan mendatangkan perspektif positif bagi kaum perempuan Indonesia.

Selamat Hari Perempuan Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun