Kongres Perempuan Indonesia merupakan kendaraan bagi perempuan Indonesia bersatu melawan tirani berselimutkan budaya dan agama.
Kongres yang dipelopori oleh beberapa organisasi wanita seperti, Wanita Taman Siswa, Wanita Utomo, Wanita Katholik (Yogyakarta), Aisyiyah (Yogyakarta), Putri Indonesia, Jong Java bagian Wanita, dan Jong Islamieten Bond Dames Afdeeling.
Kendaraan perempuan Indonesia mulai bergerak perlahan namun pasti. Kendaraan berubah arah sedemikian rupa tanpa meninggalkan esensi dasar memperjuangkan emansipasi wanita, selurus cita Kartini bagi seluruh perempuan Indonesia.
Kongres Perempuan II dan III masih mengusung tujuan yang sama, yaitu peleburan pelbagai organisasi perempuan dalam satu wadah dengan visi dan misi yang sama, demi meningkatnya kesejahteraan kaum wanita di Indonesia.
Dengan demikian isu yang dibawa oleh kegerakan wanita pada masa dulu ternyata belum selesai dengan banyaknya kasus-kasus kekerasan terhadap kaum wanita dalam ranah privat maupun publik.
Satu yang menarik perhatian adalah pemilihan kata Ibu oleh Soekarno pada saat menetapkan tanggal 22 sebagai Hari Ibu, sesuai Keppres RI No. 316 tanggal 16 Desember 1959. Apakah yang dimaksud Hari Ibu saat itu selaras dengan maraknya postingan di dunia maya netizen negri +62 selama ini?
Apakah tujuan dari perjuangan perempuan baik era sebelum maupun pasca tahun 1920-an secara nasional telah bertemu marwahnya?
Rasa penasaran mengajak saya menilik KBBI. Akhirnya saya mendapati paling tidak 3 arti kata Ibu, diantaranya adalah wanita yang melahirkan seseorang; sebutan untuk wanita yang sudah bersuami; panggilan yang takzim kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum.
Di antara ketiga makna tersebut, kira-kira makna manakah yang terbersit dalam benak perempuan partisipan Kongres Perempuan III memutuskan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu? Mengapa tidak menetapkannya sebagai Hari Perempuan? Apakah Hari Perempuan telah identik dengan Hari Kartini?Â
Saya bukan ingin bersikap apatis terhadap postingan dengan mengatasnamakan ibu. Mengingat saya pun sebagai anak yang kini berstatus sebagai ibu. Namun, Hari Ibu bukan hanya ditujukan bagi wanita yang melahirkan seseorang, atau wanita yang sudah bersuami.
Memang pada awalnya setiap gerakan perempuan yang lahir dari rahim organisasi kedaerahan maupun organisasi masyarakat berbumbu religiusitas saat itu adalah bertujuan untuk mengentaskan derajat kaum wanita dalam perkawinan serta memberdayakan perempuan dalam perannya sebagai Ibu dalam rumah tangga.