Stigma tersebut tidak sepenuhnya benar. Lurik menemukan tempatnya sebagai ageman di kalangan para bangsawan Kraton, melalui corak dan motif dalam berbagai padanan warna.
Berbicara mengenai motif, terdapat begitu banyak motif lurik. Konon motif-motif ini digunakan dalam proses ritual masyarakat Solo dan Yogyakarta, karena masing-masing motif mempunyai falsafah tersendiri. Masing-masing upacara ritual, menggunakan lurik dalam ragam motif yang berbeda. Akan tetapi, secara garis besar, lurik dapat dibagi menjadi 3 corak dasar.
Pertama, Corak Lanjuran. Corak ini membujur searah benang lungsi, sepanjang kain lurik
Kedua, Corak Pakan Malang. Corak ini melintang searah benang pakan malang, melebar sesuai lebar kain lurik. Biasanya sepanjang 150 cm. Ketiga, Corak Cacahan. Corak ini merupakan gabungan melintang dan membujur, membentuk persegi atau kotak-kotak kecil.Lurik dalam Perkembangannya
Di daerah Jogja, Solo, dan sekitarnya, lurik kini mengalami perkembangan yang begitu pesat.Â
Kain lurik di mata masyarakat Joga dan Solo menjelma dalam berbagai fungsi berdasarkan ukuran. Secara lazim, ada beberapa tipe ukuran kain lurik yang banyak digunakan dalam keseharian.
Pada era terdahulu, kain lurik hanya berfungsi sebagai ageman. Dari beberapa sumber, dikatakan bahwa ada beberapa  kegunaan kain lurik, diantaranya :
Kain lurik wiyar (lebar), biasanya dipakai sebagai jarit, kain panjang berukuran 1 meter x 2,5 meter; bakal klambi, sebagai surjan dan sruwal, semacam celana prajurit Keraton Jogja.
Ada pula kain lurik ciut (kecil), biasanya digunakan sebagai stagen, yaitu pelengkap saat mengenakan kain panjang (jarit); sebagai kemben atau pun sebagai selendang gendhong dengan ukuran 0,5 meter x 2 meter.
Lurik, dalam berbagai motif dan perpaduan warna kini telah dipergunakan sebagai bahan dasar pembuatan produk mode seperti tas, dompet, sepatu, maupun perlekapan fesyen lain.Lurik terus bergerak dinamis; terus berevolusi seiring dengan bergeraknya budaya masyarakat. Kebutuhan fesyen kekinian menuntut para pelaku tenun lurik untuk terus kreatif agar dapat bersaing dengan munculnya aneka jenis kain di pasar modern.Â
Kreativitas kaum muda memproduksi berbagai produk fesyen dengan bahan dasar lurik, memperkaya khazanah mode nusantara. Ini merupakan refleksi bagi perkembangan budaya adiluhung yang telah diwariskan kepada generasi penerus kita.
Sumber: Djoemena, Nian S. Lurik: Garis-garis Bertuah: The Magic Stripes. Jakarta: Djambatan, 2000.