Mengagumi tiap larik linier yang tersusun rapi dalam bentang kain hasil olah mesin tenun satu ini membuat saya semakin terpesona akan ragam budaya bangsa.
Lurik. Nama yang membuat saya jatuh cinta pada budaya adiluhung nenek moyang ini mulai akrab saat kakung (kakek) memperkenalkannya sebagai ageman yang sangat beliau banggakan. Tidak lengkap apabila beliau belum memakai rasukan, surjan lurik kebanggaan beliau.
Hingga beliau meninggal, satu-satunya warisan yang saya minta bukan sebuah rumah, atau beragam keris pusakang beliau yang kini entah telah berpindah tangan kepada siapa saja.
Saya meminta baju lurik ageman Kakung. Namun sayang, ageman tersebut tidak boleh saya pakai ataupun miliki. Begitu banyak alasan, mulai dari hilang hingga ageman tersebut "terlalu berat" untuk saya. Terlalu berat? Apa maksudnya? Nanti kita kulik yha...
Waktu berjalan lalu, tetapi kecintaan pada kain tenun Jawa ini tetap membekas dalam batin saya.
Di dalam perjalanannya menyusuri waktu, lurik mendapatkan marwahnya sebagai spesies kain yang mempunyai citra tersendiri di mata masyarakat penggunanya, sempat menjadi bagian dalam genus batik.Â
Namun, sebenarnya batik dan lurik adalah jenis kain yang berbeda dari tinjauan teknis pembuatannya.
Meski pada dasarnya setiap larik dalam lurik bercerita bahwa kekuatan dalam pesona seratnya adalah hasil keahlian para penenun memadukan benang-benang pakan malang dan benang lungsi, yang tersusun dalam mesin gedhog.
Tanpa berpanjang narasi, mari kita lirik kesederhanaan larik dari kain lurik.
Nilai filosofi dalam kain lurik
Indonesia dengan beragam olah fesyen berbasis kultur massa menunjukkan betapa kayanya ragam budaya yang menjadikan bumi nusantara ini semakin penuh warna. Tenun lurik pun hadir di tengah hasil olah tenun dari daerah lain seperti tenun songket maupun tenun ikat.
Lurik yang hadir sejak jaman prasejarah ini telah membuktikan eksistensinya sebagai warisan budaya bangsa di era kekinian. Salah satu bukti yang menguatkan adalah prasasti Raja Erlangga pada tahun 1033 Masehi yang menyebutkan keberadaan kain tuluh watu sebagai salah satu nama dari lurik.