Dalam bukunya Man's Search for Meaning, seorang psikiater yang menjadi tawanan kamp konsentrasi, Viktor E. Frankl berkata, "Apapun bisa dirampas dari manusia kecuali satu : kebebasan terakhir manusia -- kebebasan untuk menentukan sikap dalam setiap keadaan. Kebebasan untuk memilih jalannya sendiri".
Menarik, bahwa saat ia berada dalam kondisi yang tertekan, baik secara fisik maupun mental sebagai seorang tawanan, ia berusaha untuk memilih memperjuangkan harapan hidupnya dengan mencari distraction agar kesulitan yang menghimpitnya teralihkan.
Harapan? Ya, despite of all stressors, ia memilih untuk tidak terpicu dengan kesulitan tersebut. Ia memilih kebebasan pikirannya to distract the distraction. Kebebasan yang tiada satu kuasa pun mampu menindas dan menekannya.
Kita sedang merasa tidak nyaman? Ya, memang ga nyaman. Kita pun tak dapat menyangkal segala penderitaan ini. Tetapi, kondisi sulit ini bukan hanya kita sendiri yang menjalaninya. Hampir semua orang di muka bumi mengalaminya.
Somehow, keputusasaan adalah ketika kita tidak mampu memberi makna pada penderitaan
Standar kebahagiaan kita bukan standar kebahagiaan orang lain.
Kebahagiaan kita adalah tanggung jawab Kita masing-masing. Kita tidak dapat menangguhkan kebahagiaan kita sebagai beban dan tanggungjawab orang lain. Begitu pula emosi.
Seorang Guru meditasi pernah berkata pada saya bahwa, sebagaimana standar kebahagiaan seseorang berbeda antara satu dengan yang lain, maka begitu pula dengan pengelolaan emosi kita. Kita sendirilah yang harus bertanggungjawab pada emosi kita; pada perasaan kita.Â
Kita sendirilah yang menentukan dengan standar apa sebuah kebahagiaan itu dicapai. Ruas emosi adalah ranah privasi kita, bukan orang lain atau kondisi di sekitar kita.
Standar yang kita gunakan dalam menentukan sebuah keberhasilan mengelola perasaan, tidak dapat kita paksakan pada orang lain. Begitu pun sebaliknya. Kita tidak dapat menggunakan standar orang lain untuk mengelola emosi kita.
Well, kesusahan sehari cukuplah untuk sehari. Hari esok punya kesusahannya sendiri.Â