Biasakan anak-anak berpamitan sebelum berpergian, agar kita sebagai orang dewasa dapat memantau keberadaan anak.
Tanggaplah pada perubahan kondisi psikis atau fisik anak kita. Perubahan emosi, yang biasanya ceria tiba-tiba menjadi murung dan pendiam atau kita dapati bekas luka maupun darah pada bagian tubuh anak. Atau kebiasaan baru yang timbul disebabkan oleh rasa cemas, seperti ngompol, tidak bisa tidur, dan rasa takut yang berlebihan.
Berikan hak perlindungan pada mereka, bukan menuduh mereka sebagai penyebab kejadian abuse tersebut.Â
Mental illness anak-anak ini seringkali saya jumpai terlampiaskan dalam bentuk kenakalan remaja, timbulnya rasa minder, tumbuh luka batin yang panjang dan terakumulasi hingga dewasa, rasa takut untuk menikah, bahkan ada yang melakukan self harm pada bagian-bagian tubuhnya.
Anak-anak bertumbuh dengan luka batin yang dalam. Bertumbuh bersama trauma yang menyiksa tidur malam mereka. Bertumbuh menjadi pribadi yang meracuni, menyakiti diri sendiri dan orang lain di sekitarnya.
Perlu diingat, seorang psikopat atau pelaku penyimpangan seksual seringkali mempunyai latar belakang pelecehan dan kekerasan baik psikis maupun fisik di saat masa kecil mereka.Â
So please, stop children's violence, stop children abusive, let them smile and shining like a star....Â
*Solo....mengutip kembali keping aksara Sang Guru, "Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga mencintai busur yang telah diluncurkannya dengan sepenuh kekuatan." (Kahlil Gibran)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H