Tidak ada baiknya kita membesarkan yang kecil atau mengecilkan hal yang besar.
2. Pergi ke dokter jiwa hanya diberi obat penenang adiktif. Duh, duh, duh.... Setop berpikir yang demikian.Â
Sama seperti dokter kesehatan fisik. Para ahli jiwa tersebut akan memberi obat sesuai dengan kondisi pasien. Tidak serta merta semua pasien diberi obat penenang yang adiktif.Â
Nih, kata dr. Jiemi Ardian SpKJ yang -- banyak orang bilang --semakin keren ajha. Ada bermacam-macam treatment yang biasanya diberikan kepada pasien. Psikoterapi ada beragam, misalnya terapi kognitif (CBT), terapi perilaku (behavioral therapy), psikoanalisis, mindfulness, dan masih boanyaaak lagi. Tidak selalu pasien diberikan obat.
3. "Ntar juga kambuh lagi, ngapain pergi bayar mahal-mahal". Pernah mendengar yang seperti ini? Tunggu dulu, kawan.Ini masalah berkaitan dengan kesehatan. Bukan beli baju diskonan.Â
Mari renungkan, penyakit fisik mana yang ga kambuh lagi? Hampir semua penyakit berpotensi untuk kambuh lagi. Ya, pengobatan untuk traumatik, misalnya. Memang membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses penyembuhannya.Â
Paling tidak, ijinkan jiwa kita rehat, sehat, meski sesaat. Sayangi jiwa kita yang rapuh, lambat dalam bertumbuh dibandingkan dengan pertumbuhan tubuh (fisik).Â
Biaya satu kali konsultasi tergantung dari psikolog atau psikiater bersangkutan. Ada yang memasang harga hingga Rp 1 juta setiap pertemuan. Tapi, ada juga kok yang murah, malahan beberapa rumah sakit menyediakan pelayanan konsultasi menggunakan jasa BPJS.Â
4. Menganggap enteng permasalahan mental illness. Minimnya edukasi mengenai kesehatan jiwa didukung dengan beberapa mitos masyarakat yang hadir sebagai solusi lawas atas kondisi individu yang dianggap "abnormal", melanggengkan asumsi bahwa kesehatan mental hanyalah kebutuhan tersier yang akan dipenuhi bila dan hanya bila dibutuhkan saja.
Lalu Kapan Seseorang Harus Pergi ke Psikiater atau Psikolog?
Dalam kolom komentar di salah satu artikel saya -maafkan saya lupa yang mana- salah seorang Kers pernah secara tersirat bertanya bilamana seseorang harus memeriksakan kondisi kesehatan jiwanya?