"Lorem Ipsum, Ryu,"
"Untuk apa kau pilih penderitaan?"
"Tama. Kau tahu? Tentu saja," ujar Rio sesaat matanya memandang rusa yang dibiarkan liar di taman. Beberapa orang memberi makan rusa-rusa kurus dengan makanan ala kadarnya. "Tama, tunangan yang mengkhianati mimpimu. Ia pergi. Menjauhi perempuan yang ia hamili," pandangan Rio kini beralih lurus ke arah kolam taman di depan bangku duduk mereka sembari sesekali membenarkan letak kacamatanya.
"He's just a piece of shit, Rio. Pratama Adiwijaya. Seorang kakak tiri yang hanya berani bersembunyi di bawah ketiak adiknya. Ia yang menghamili Via, lalu  lari. Lalu apa hubungannya denganmu?"
"Anak dalam kandungan Via adalah anak Tama. Bagaimana mungkin aku meninggalkan anak itu begitu saja?"
"Kecuali, ....bila itu anak kandungmu sendiri, Â dan bukan anak Tama," kata Ryu.
"Kau pikir begitu? Ok, kita lakukan tes DNA, Ryu," tantang Rio penuh kekesalan. Ryu hanya tersenyum T-Rex.
"Lalu buat apa kau susah payah untuk anak yang bukan anakmu sendiri. Ayahnya saja lari," sahut Ryu kesal. "Carpe diem quam minimum credula postero, Rio. Cobalah menikmati hari ini."
"Aku paham. Tapi, logika tanpa logistik itu mati, Ryu. Kau tahu pasti itu. Yang kutahu anak itu butuh makan, butuh sekolah suatu saat nanti. Aku sisipkan tabungan dan deposito atas nama Via."
"Kau gila, Rio,"
"Tidak segila kau yang selalu menghantui hidupku, Ryu." sejenak Ryu terhentak dengan ucapan Rio.