Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tere, Wanitaku

7 Maret 2020   20:15 Diperbarui: 7 Maret 2020   20:20 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pixabay.com | diolah kembali oleh penulis

Tetiba ia berlalu, dan berpaling, meninggalkan pedagang kaki lima dan kaos berlabel Jogja. Dengan langkah cepat, ia mencoba menerobos benteng manusia-manusia yang berlalu-lalang di pasar Malioboro. 

Langkah cepat gadis berambut hitam legam itu diikuti oleh seorang lelaki yang sangat kukenal. Lelaki yang dua tahun ini menghantui hidup gadis seusiaku. Lelaki yang kukenal telah membawa mimpi wanita malang berambut hitam itu terbang tinggi lalu meninggalkannya.

Kuikuti mereka berdua. Entah apa isi kepalaku. Yang ku tahu, Tere, wanita berambut hitam legam itu adalah wanitaku. Dia yang selama ini menjelajahi mimpi dan anganku. 

***

Tere, aku bertemu dengannya dua tahun lalu. Pandangan mata kosong tanpa harapan, menggelayut di atas semua malam yang diajukan padanya. Rambut ikalnya tak teratur ditiup angin.

Setiap siang, ia duduk di bawah pohon samanea saman, yang kulewati tiap kali aku pulang dari pasar. Wajahnya dulu tak seayu sekarang. Dua tahun yang lalu ia layaknya mayat hidup, yang setiap hari memaksakan senyum setiap kali aku mendekatinya.

"Hai," sapaku singkat. Bahkan aku tak tahu apa yang harus kukatakan padanya. Aku hanya menyukai senyumnya.

Dan ya, siang itu ia tersenyum lebih lebar dari biasanya. Kusandarkan motor matic-ku di samping pohon besar itu.

"Apa kabarmu? Apa aku boleh tahu namamu?" sebuah gelengan halus kuterima siang itu.

Ia menundukkan kepala. Rambut hitamnya tergerai menutupi wajah pucat tanpa darah. Lama kami terdiam di bawah pohon besar di tepi jalan protokol kota kecilku. Mata indah itu digenangi air yang tulus mengalir dan jatuh di atas pangkuannya.

Sejak saat itu, aku tak pernah menanyakan namanya. Aku hanya duduk dan bercerita tentang pasar dan dagangan telor ayam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun