Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyisir Cerita Srikandi Penelusur Rupiah di Jalanan

2 Februari 2020   13:59 Diperbarui: 2 Februari 2020   21:42 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Instagram/komikonlen)

Boleh jadi ojek online (ojol) adalah andalan saya untuk bepergian ke berbagai tempat. Jauh atau dekat, saya memilih moda ini. Karena praktis, tinggal pesan, bonceng, dan kasih bintang lima.

Siang ini, sepulang dari rumah sakit, ojol mengantar saya kembali ke kantor. Kebetulan, saya diantar oleh seorang pengendara (driver) ojol wanita. Di sepanjang perjalanan, kami sempat bercerita seputar pekerjaan seorang driver. 

Sebut namanya Gita (37). Seorang driver ojol yang sudah kurang lebih satu tahun ini turut mengisi ruas jalanan Kota Solo. Di sepanjang perjalanan ia bercerita tentang para srikandi pembelah jalanan, penolong terisinya lumbung keluarga.

Sempat perempuan berbobot 80 kg ini nyeletuk, "Saya tadi dapat order dari bapak-bapak, Mbak. Dia bilang gak nyaman saya boncengin, karena ga biasa diboncengin cewek. Akhirnya dia yang mboncengin saya. Jadi dia yang di depan nyetir motor, saya masih pake jaket ojol diboncengin di belakang," tawa menggelak menghiasi wajah kami berdua.

Bermacam cerita sempat mengalir dari perbendaharaan pengalamannya. Tentang beberapa konsumen lain jenis yang seringkali membatalkan ordernya hanya gegara tahu ia seorang wanita.

Dan ternyata Mbak Gita bukan hanya satu-satunya driver wanita yang kenyang akan penolakan order hanya karena beda gender.

Berbagai alasan muncul di permukaan, seperti karena keyakinan agama, yang mengharamkan berdekatan dengan seseorang yang bukan muhrimnya, hingga ketidakyakinan konsumen pria akan kelihaian wanita mengendalikan mesin bermotor di jalan raya.

"Kadang saya dan teman-teman di komunitas Srikandi (salah satu komunitas driver ojol wanita area Solo) selalu bertanya-tanya, Mbak, kenapa sih mereka gak percaya? Kita (wanita) pun bisa kok antar mereka," protes Mbak Ndut ini di sela percakapan kami yang makin menjurus ke arah "beda gender".

Posisi wanita sebagai makhluk lemah, tak dapat dipungkiri, masih menjadi primordial yang melekat kuat dalam benak masyarakat.

Mengapa harus "dianggap" berbeda? 

Ya, saya ingat seorang guru pernah bercanda, "woman itu, singkatan dari wonderful man". Tentu saja itu hanya kelakar. Tetapi bisa jadi itu adalah hal yang benar.

Bukan ingin mengecilkan peran pria, hanya saja seorang wanita adalah penolong. Kehadiran wanita bukan sebagai kaki untuk menginjak, dan bukan sebagai kepala untuk diinjak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun