Lalu aku melihat lagi dalam mata biru itu, seekor naga besar merah menyala ditunggangi oleh sesosok makhluk tinggi besar. Dengan muka yang penuh amarah. dari kepalanya muncul dua tanduk.Â
Di punggungnya ada dua sayap besar. Sayap itu seperti sayap malaikat yang kulihat di buku dongeng Thea. Ia mengendarai seekor naga, yang mulutnya mengeluarkan api. Naga itu terbang, berdiri di barisan paling depan semua monster mengerikan itu.
Seperti layaknya perang besar. Pasukan makhluk menakutkan itu berdiri di sepanjang cakrawala laut yang membentang. Dan naga yang ditunggangi makhluk itu makin menyala, seperti api yang tak kunjung padam, terbang melayang-layang.
Namun tak lama kemudian, sayap yang membentang di punggung makhluk bertanduk itu perlahan lepas. Satu per satu terlepas, luruh dari punggung makhluk bertanduk. Lalu ia mengerang keras. Suaranya melengking tinggi membelah angkasa, meniupkan segala awan yang ada di atas samudera.
"Apa yang kau lihat !!!" tubuhku yang erat dalam tangan Cornicus segera dilemparnya. Ia terlihat sangat marah dan terluka. Mata birunya berubah menjadi hitam, lalu menjadi seperti bola api kecil. "Apa yang kau lakukan? Siapa kau, Puteri?" gertaknya lagi.
Thea segera bangkit dan berhadapan dengan Cornicus. Lalu katanya, "Exallibur." Pedang besar Thea segera muncul kembali di tangannya. "Pertarungan kita bukan di sini, Cornicus. Waktunya belum tiba. Sebaiknya kau pergi menjauhinya. Atau pedangku akan membunuhmu saat ini juga."
Cornicus tak menjawab. Ia masih berdiri di tempatnya semula. Tubuhnya mengeluarkan asap. Kemarahan begitu terpancar di dalam dirinya. Kepalan tangannya mengeluarkan nyala api. Tubuhnya semakin banyak mengeluarkan asap, tak lama kemudian wajahnya yang tampan berubah wujud menjadi makhluk mengerikan.
"Puteri, cepat pulang ke tempat Tuan Dunberg. Kau lebih aman di sana," bisik Thea padaku. "Hey, Tanduk jelek, rupanya kau mengakui dirimu. Tapi, pertempuran kita belum tiba saatnya. Jadi mohon maafkan aku," sahut Thea dengan wajah yang sangat sinis.
Kugenggam tangan Thea, kuingat kata-kata Tuan Dunberg, "Razpireti prostora." Kami memasuki portal itu dan dalam sekejap kami tiba kembali di ruangan tempat aku belajar.
"Hhh,...Thea...apa arti semua itu. Apakah kau bisa menjelaskannya padaku?" tanyaku penuh selidik.
"Si Tanduk Tua, Cornicus, bagaimana ia bisa tahu keberadaanmu, Tuanku? Ada yang harus aku ketahui," bisik Thea perlahan.