"Tapi Thea ... Kalau ketahuan Tuan Dunberg, aku pasti tak diperbolehkan pergi bersamamu. Kemana-mana ia selalu saja tahu. Ia seperti punya mata yang menempel di setiap ruangan,"
"Aku harus tahu sesuatu,"
"Dan...apakah itu, Thea?"
"Pintu masuk kerajaan Saverian," ungkap TheaÂ
"Tapi aku tak mengerti apa-apa tentang kerajaan itu, Thea,"
"Tuanku," Thea mendekatiku dengan mata yang makin menyipit dan penuh selidik. "Tuanku, apa yang membuat Tuanku tiba-tiba bersemangat dalam pengejaran ini? Bukankah perintah Raja Redrix, aku harus membawamu pulang ke sekolah Tuan Dunberg? Tugas Tuanku telah selesai."
"Thea tapi...tapi....tapi liontin itu... Aku, itu penting, bukan?"
Thea menyusun senyum langka di sudut bibirnya yang tipis. "Puteri, maafkan hamba, tapi hamba mencium bau keinginan yang lain," tuduh Thea.
Aliran darahku segera berhenti. Thea tahu sesuatu. Tentang aku dan Boone? Oh, gawat. Ini tak mungkin. Aku harus menyembunyikan semua ini. Bagaimana kalau Ayah tahu? Dan ya, tentu saja aku tak mengerti pentingnya liontin itu. Bagiku, bertemu Boone adalah keinginanku.
"Tidak, Thea... Keinginan apa maksudmu? Aku...aku...ayolah apakah kau tak ingin kita kembali? Kita harus cepat kembali, Thea. Bagaimana jika aku bisa membawamu ke sana? Apakah aku boleh ke Saverian bersamamu?" terlintas begitu saja keinginanku untuk menawarkannya pada Thea.
"Tidak secepat itu, Tuanku Puteri," tiba-tiba ada suara seorang lelaki muda di belakang mereka.