"Tidak, Thea ... Kau tak akan mengerti," sungguh, aku tak mungkin mengatakannya padamu, Thea. Tidak. Ini cintaku. Aku akan menyimpannya.
"Puteri, kita sedang berperang, dan....hhhh," kulihat Thea memutar bola matanya. Aku tahu ia jengkel. Kubiarkan saja. "Ini Tuanku. Kau mungkin akan membutuhkannya. Selipkan di kakimu," kata Thea sambil memberikan sebuah belati mungil dengan gagang berukir huruf "T" mungkin inisial Thea.
Tak sadar kami ikuti, sebuah mobil dalam jarak dua mil melaju cepat menyusuri jalan menuju ke pelabuhan dekat kota.
"Portal kita ada di buritan kapal tua itu, Pangeran. Semoga kapal itu tak berlayar hari ini," ujar Boone.
"Cepat Boone. Kapal itu sudah bersiap untuk berlayar !" teriak Arye.
Dua orang itu berlari secepat mungkin, menyusul sebuah kapal yang sudah dilepas tali pengikatnya di pelabuhan.
"Tunggu..!!" seru Boone.
Sadari ada dua orang yang berlari mengejar, seorang awak kapal berteriak pada Boone dan Arye yang telah melompat bergelantungan pada anak tangga kapal yang mulai terangkat ke atas, menyelamatkan mereka berdua kembali ke Saverian.
Aku dan Thea mengejar kapal tersebut. Kami berlari sekuat tenaga. Namun kapal itu telah menjauh dari pelabuhan. Pelan, namun pasti. Aku dan Thea terengah-engah. Namun kapal itu meninggalkan kami.
"Oogh.... Kita terlambat, Tuanku. Kita terlambat...," keluh Thea di tepi pelabuhan kecil itu. Ia duduk dan termenung.Â
Aku berdiri termangu di tepian pelabuhan. Angin pantai menghembuskan nafasnya di ujung pelupuk senja. Layung jingga tertoreh indah di cakrawala barat. Mengawasi setiap debar jantung, kala kulihat sepasang mata menatapku tajam di atas kapal yang terlihat semakin menjauh pergi.Â