Tak ada lagi harum roti panggang  Madam Eulalie yang kusuka, tak ada lagi orang-orang di pinggir jalan menikmati hangatnya matahari pagi dengan secangkir kopi atau teh di depan kedai Tuan Gun.
Tak ada senyum Tuan Harry yang selalu menyapaku ramah di balik barbershop miliknya di sudut jalan. Tak ada lagi lelucon Mike penjual gelato yang banyak dikerumuni anak-anak kecil di siang hari. Tak ada. Semua hilang. Pemandangan itu semua berlalu.
Thea menemukan sebuah mobil di pinggir jalan. Kaca pintu depannya dipecahnya. Tak lama kemudian ia membuka pintu sebelahnya.
"Thea ini mobil siapa?"
"Entahlah. Ayo cepat. Kita harus menemukan Arye, si pencuri liontin kita."
"Tapi kita harus kemana, Thea?"
"Ke suatu tempat, Tuanku. Pelabuhan," mobil kami melaju cukup kencang, menyibak jalanan yang  masih lengang.Â
"Buat apa ke pelabuhan, Thea?"
"Tuan, ingat Thea ini adalah prajurit. Kami punya alat pelacak. Tuan lihat ini?" sekali lagi Thea menunjukkan benda kecil dari ikat pinggangnya. "Ini yang menunjukkan si pencuri itu, Tuanku. Dan ... ternyata ia berasal dari dimensi yang sama dengan kita, Tuanku."Â
Dimensi yang sama? Berarti, Boone, juga.... Oh, Boone. Ternyata aku bisa bertemu dengannya lagi.Â
"Puteri, mengapa tersenyum?"sahut Thea.Â